Ketua Dewan Komisioner LPS, Purbaya Yudhi Sadewa.
Jakarta – Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Purbaya Yudhi Sadewa menyebutkan dampak pemerintahan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump masih terlalu dini untuk diperkirakan dampaknya terhadap perekonomian domestik.
Purbaya mengatakan hal itu terlihat dari berbagai target perekonomian pemerintah, Bank Indonesia (BI), hingga Otoritas jasa keuangan (OJK) yang belum mengubah kebijakannya. Meski, pasar menyebut Trump menciptakan instabilitas di pasar dunia akibat pengenaan tarif impor.
“Orang bilang Donald Trump akan menciptakan instabilitas di pasar dunia lagi kan, karena ada perang dagang segala macam. Kalau saya lihat dari target-target pemerintah, belum ada yang berubah. Saya pikir juga sekarang terlalu dini untuk melihat dampak sesungguhnya seperti apa,” kata Purbaya dalam Konferensi Pers, Kamis, 23 Januari 2025.
Baca juga: LPS Tahan Suku Bunga Penjaminan di Level 4,25 Persen, Ini Alasannya
Meski begitu, Purbaya melihat kepemimpinan Trump memiliki dampak positif terhadap geopolitik yang terjadi di Gaza maupun Rusia-Ukraina. Sehingga, ketidakpastian geopolitik akan berkurang secara signifikan.
“Tapi kalau kita lihat, ada satu dampak positif yang kita bisa cermati langsung dari langkah pertama beliau. Jadi, perang kelihatannya akan berhenti. Gaza tiba-tiba damai. Rusia-Ukraina juga kira-kira akan ditekan ke arah sana,” jelasnya.
Purbaya menegaskan yang perlu diwaspadai saat ini adalah ketidakpastian ekonomi hingga perang dagang yang terjadi di negara-negara ekonomi terbesar dunia.
Selain itu, Trump mendeklarasikan kebijakan America First yang akan membuat ekonomi AS akan menguat yang memberikan efek terhadap perekonomian seluruh dunia yang positif.
“Kalau Amerika tumbuh bagus, yang lain juga ikut. Karena AS banyak impor dari negara lain termasuk Indonesia dan China,” pungkasnya.
Baca juga: Efek Domino Kebijakan Trump ke Pasar Saham Indonesia
Namun, terdapat juga dampak negatif Trump jika blok ekonomi yang tergabung dalam BRICS atau Brazil, Russia, India, China, dan South Africa menerbitkan mata uang sendiri yang akan disusul oleh embargo dari AS yang memberikan tarif 100 persen.
“Kalau Amerika tumbuh bagus, yang lain juga ikut. Karena Amerika banyak impor dari negara lain termasuk Indonesia dan China. Mungkin sih negatif nanti yang bisa keluar adalah kalau BRICS menerbitkan mata uang BRICS dan Amerika melakukan embargo atau memberikan tarif 100 persen, nah itu kita akan terkena dampak negatifnya,” imbuhnya. (*)
Editor: Galih Pratama
Jakarta - Bank Pembangunan Daerah Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara (Bank Kaltimtara) mencatatkan pertumbuhan laba… Read More
Jakarta – Bank Syariah Indonesia (BSI) menggelar acara santunan untuk 4.444 anak yatim di Jakarta… Read More
Jakarta – Direktur Pengembangan PT Bursa Efek Indonesia (BEI) Jeffry Hendrik mengungkapkan, pasar modal di… Read More
Jakarta- Kepala Ekonom Bank Mandiri Andry Asmoro memproyeksikan neraca perdagangan Indonesia pada Februari 2025 diperkirakan… Read More
Jakarta - Menteri Investasi dan Hilirisasi atau Kepala Badan Koordinator Penanaman Modal (BKPM) Rosan Roeslani mematok target investasi… Read More
Jakarta – Bank Aladin Syariah menjalin kemitraan strategis dengan Aksesmu, aplikasi belanja grosir untuk kebutuhan… Read More