Jakarta – Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan bahwa ketegangan geopolitik di Myanmar tidak akan mengganggu proses implementasi QRIS (Quick Response Code Indonesian Standard) di ASEAN.
Dia menuturkan, hingga saat ini, sudah ada 2 negara yang menerapkan QRIS lintas negara (cross border) yakni Malaysia dan Thailand. Selanjutnya, akan disusul oleh Singapura yang masih dalam tahap pengembangan.
Baca juga: BI Catat Transaksi Penggunaan Mata Uang Lokal Tembus USD3,7 Miliar
“Tidak ada kaitannya (implementasi QRIS) dengan isu Myanmar. Itu tidak ada,” kata Perry dalam konferensi pers Asean Finance Ministers and Central Bank Governors Meeting, Jumat 25 Agustus 2023.
Menurutnya, terdapat tiga hal yang harus diperhatikan dalam kerja sama QRIS lintas negara. Pertama, masing-masing negara memiliki otoritas atau regulator untuk mengawasi proses implementasi QRIS.
“Apakah negara itu sudah punya otoritas untuk mengatur dan mengawasi perusahaan atau institusi di masing-masing negara? Soalnya kalau belum punya otoritas bagaimana nyambungkan dengan negara lain,” jelas Perry.
Kedua, lanjut Perry, kondisi fasilitas industri di masing-masing negara. Dimana negara yang ingin melakukan kerja sama QRIS cross border harus memiliki teknologi untuk membuat QR masing-masing. Ketiga, yaitu bagaimana proses pelaksanaannya, baru kemudian implementasinya.
Implementasi ini sudah berjalan dengan empat negara melalui Regional Payment Conectivity (RPC). Perjanjian ini mencakup kerja sama QRIS, Fast Payment, Real Time Gross Settlement (RTGS), Application Programming Interface (API), hingga data framework.
Keempat negara tersebut adalah Malaysia, Filipina, Singapura dan Thailand. Teranyar, Vietnam baru saja menjalin kerja sama RPC.
“Kita sudah jalan dengan empat negara sudah bilateralnya (perjanjian RPC). Vietnam join jadi dari empat negara jadi lima negara multilateral. Kemudian Brunei (akan gabung) sesuai kesiapannya,” jelasnya.
Baca juga: Waspadai Geopolitik Global, Sri Mulyani Ajak Negara ASEAN Lakukan Ini
Seperti diketahui, Myanmar jatuh ke dalam krisis sejak pemerintahan sipil yang dipimpin Aung San Suu Kyi dikudeta militer. Mulai saat itu krisis politik, keamanan hingga ekonomi menghantam Myanmar.
Bahkan, konflik di Myanmar berubah menjadi ladang pertumpahan darah. Ribuan warga sipil tewas akibat serangan dan kekerasan militer.
Teranyar adalah saat militer Myanmar menyerang konser musik di wilayah separatis Kachin menyebabkan ratusan jiwa tewas. Tindakan junta menuai kecaman dari negara anggota ASEAN. (*)
Editor: Galih Pratama