Jakarta – Era suku bunga acuan tinggi dinilai akan memengaruhi kinerja industri perbankan di Tanah Air. Hal ini dikhawatirkan akan berdampak pada ketatnya likuiditas industri perbankan untuk menyalurkan kredit.
Seperti diketahui, Bank Indonesia (BI) kembali mengerek suku bunga acuannya atau BI-Rate sebesar 25 basis poin (bps) atau menjadi 6,25 persen pada April 2024.
Gubernur BI Perry Warjiyo menekankan bahwa pihaknya sudah menakar imbas dari kebijakan moneter yang diambil. Sehingga, perbankan di Tanah Air tidak perlu khawatir akan ketatnya likuiditas, yang dapat berujung pada kenaikan suku bunga kredit.
Baca juga: Era Suku Bunga Tinggi, Begini Strategi Bank Danamon Jaga Likuiditas dan Pertumbuhan Kredit
“Bank-bank tidak ada keperluan untuk menaikan suku bunga kredit. Kita sudah takar-takar itu, kami melihat tidak ada keperluan menaikan suku bunga kredit karena likutidtasnya kita tambahkan,” ujar Perry dalam Taklimat Media Perkembangan Ekonomi Terkini, diukutip, Jumat, 10 Mei 2024.
Perry menjelaskan BI telah mengambil kebijakan untuk memperluas kebijakan kebijakan insentif likuiditas makroprudensial (KLM) sebesar Rp81 triliun yang berlaku mulai Juni 2024. Sehingga, tambahan likuiditas dari KLM diprakirakan dapat mencapai Rp115 triliun pada akhir tahun 2024, sehingga total insentif yang diberikan menjadi Rp280 triliun.
Dengan sektor prioritas yang juga diperluas, antara lain sektor penunjang hilirisasi, konstruksi dan real estate produktif, ekonomi kreatif, otomotif, perdagangan, Listrik-Gas-Air Bersih (LGA), dan jasa sosial.
“Sehingga ini untuk memastikan kebutuhan likuditas untuk menyalurkan kredit terpenuhi dari situ,” katanya.
Baca juga: Kapan BI dan The Fed Pangkas Suku Bunga Acuan? Ini Prediksi Ekonom
Perry pun meyakini hingga akhir 2024 pertumbuhan kredit perbankan masih akan tercapai di level 10-12 persen, yang akan didorong melalui tambahan insentif KLM tersebut.
“Dan juga bagi bank-bank menyalurkan kredit bisa menggunakan SBN-nya untuk ke repo atau bahkan repo kepada BI atau repo ke pasar,” pungkasnya. (*)
Editor: Galih Pratama