BNI Miliki Kredit Sindikasi Rp459 Miliar ke Dunia Textile

BNI Miliki Kredit Sindikasi Rp459 Miliar ke Dunia Textile

Jakarta — PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BNI) memiliki eksposur kredit sebesar Rp459 miliar kepada produsen tekstil Indonesia yang juga anak usaha Duniatex  Group, PT Duta Merlin Dunia Textile (DMDT).

Hal tersebut disampaikan oleh
Direktur Manajemen Risiko BNI Bob Tyasika Ananta saat menghadiri acara Paparan kinerja Bank BNI. Menurutnya, angka tersebut terdiri dari beberapa kredit sindikasi.

“Spesifikasi kredit ke Dunia Textile kita dari sindikasi sekitar Rp301 miliar ekuivalen. Kemudian bilateralnya Rp158 miliar jadi ditotalkan kita kredit tekstil Dunia Textile Rp459 miliar,” katanya di Kantor Pusat BNI Jakarta, Selasa, 23 Juli 2019.

Walau begitu, pihaknya mengaku tak begitu khawatir terhadap adanya penurunan rating S&P Global Ratings yang memangkas habis peringkat utang jangka panjang PT Delta Merlin Dunia Textile (DMDT). Pihaknya mengaku telah menyiapkan mitigasi risiko.

“Dari sisi konteks mitigasi risikonya, posisi dari dunia textile ini sendiri itu di cover oleh jaminannya itu nilainya di atas 250 persen dari total exposure tersebut. Jadi dari sisi itu kita cukup me-cover untuk melakukan mitigasi rasio,” jelas Bob.

Sebagai informasi, Lembaga Pemeringkat Internasional Standard and Poor’s Global Ratings (S&P) mengganjar penurunan enam peringkat surat utang salah satu Grup Duniatex, PT Delta Merlin Dunia Textile (DMDT) dari BB- menjadi CCC-.

Menurut publikasi S&P, minimnya likuiditas dan dukungan permodalan dari perbankan akan menghambat produksi di perusahaan pemintalan.

Salah satu sebab musabab kondisi ini adalah terjadinya perang dagang antara dua kekuatan ekonomi dunia, yakni Amerika Serikat (AS) dan Cina membuat suplai produk tekstil Cina membanjiri pasar Indonesia yang bea masuknya lebih bersahabat. Ini akibat penetapan bea masuk baru senilai 25 persen oleh AS untuk produk impor asal Cina, termasuk tekstil. Banyaknya suplai membuat harga anjlok, sementara di sisi lain S&P melihat konsumsi masyarakat Indonesia tidak cukup kuat. (*)

 

 

Editor: Paulus Yoga

Related Posts

News Update

Top News