Bisnis Thrifting Gerus Pasar Lokal hingga 20%

Bisnis Thrifting Gerus Pasar Lokal hingga 20%

Jakarta – Penjualan barang-barang bekas impor atau thrifting yang marak dijual secara online dan offline perbelanjaan menggerus pangsa pasar dalam negeri. Terlebih bisnis satu ini berseberangan dengan program yang sering digaungkan pemerintah ‘UMKM naik kelas”.

Deputi Bidang UKM Kementerian Koperasi dan UKM Hanung Harimba Rachman mengatakan, berdasarkan laporan Asosiasi Serat dan Tekstil diketahui penjualan barang bekas impor telah menggerus pangsa pasar lokal sekitar 15-20%.

“Perhitungannya sekitar 15-20% dari total produksi nasional yang berdampak dari penjualan barang bekas impor ini,” katanya saat menggelar pertemuan dengan para pelaku e-commerce Indonesia di Jakarta, Kamis (16/3/2023).

Selain merugikan pasar lokal kata dia, produk barang bekas impor juga menimbulkan sederet masalah lain yang harus segera dituntaskan. Misalnya, masalah lingkungan di mana pakaian bekas tersebut menghasilkan limbah sampah yang sulit diurai.

“Ada sekitar 62.633 ton sampah tekstil per tahun yang dihasilkan Indonesia. Di dalamnya ada pakaian bekas impor,” terangnya.

Belum lagi, kata Hanung berimbas kepada penyerapan lapangan kerja. Terlebih di tengah tren resesi ekonomi global yang terjadi saat ini sehingga dapat menimbulkan masalah pengangguran.

“Saat ini, UMKM sektor tekstil dan alas kaki telah memberikan kontribusi sekitar 3 juta lapangan kerja. Jika penjualan pakaian bekas impor menggangu industri UMKM maka akan serius dampaknya,” jelasnya.

Baca juga: Dorong Pembiayaan UMKM, OJK Sinergi dengan Lembaga Pemeringkat Kredit

Tenaga Ahli Staf Khusus Menteri Bidang Pemberdayaan Ekonomi Kreatif KemenKop dan UKM Aldi Novri Kurnia menambahkan, permasalahan pakaian bekas impor yang membanjiri Indonesia harus segera diselesaikan.

Dalam catatannya, dari seluruh barang bekas impor yang masuk ke Tanah Air hanya sekitar 20% yang terjual di pasaran. Artinya, sisa barang tersebut menjadi limbah sampah.

“Jika tidak diselesaikan kasusnya akan sama dengan di Chili, yakni dari 59 ribu ton masuk ke Indonesia hanya 20 ribu ton yang terjual. Sisanya itu ditaruh di Gunung Atacama,” jelas Aldi.(*)

Related Posts

News Update

Top News