Jakarta – Pengembangan ekonomi dan keuangan syariah diyakini menjadi salah satu upaya dalam memperkuat struktur ekonomi dan pasar keuangan global saat ini. Bank Indonesia (BI) menilai, ekonomi dan keuangan syariah memiliki potensi yang besar sebagai sumber pertumbuhan ekonomi baru dan mampu memperbaiki defisit transaksi berjalan.
Asal tahu saja, defisit transaksi berjalan pada kuartal II-2018 tercatat sebesar US$8 miliar atau 3 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya 1,96 persen. Angka defisit ini juga lebih lebar bila dibandingkan dengan kuartal I-2018 yang sebesar 2,6 persen atau sebesar US$5,5 miliar.
“Potensi pengembangan ekonomi dan keuangan syariah cukup menjanjikan. Pengembangan ekonomi keuangan syariah dibutuhkan untuk memperkuat struktur ekonomi dan pasar keuangan dalam mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan,” ujar Deputi Gubernur BI Dody Budi Waluyo, di Jakarta, Selasa, 18 September 2018.
Namun, kata dia, gejolak ekonomi dan keuangan global masih menjadi salah satu tantangan dalam mencapai pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan. Ketidakseimbangan global semakin melebar, esenjangan dalam hal penguasaan faktor produksi, pendidikan dan pendapatan dapat menghambat terwujudnya perekonomian yang tumbuh merata.
Perkembangan ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia cukup menjanjikan. Berdasarkan Laporan Islamic Financial Services Board (IFSB), aset perbankan syariah Indonesia berada di peringkat ke-9 terbesar secara global mencapai US$28,08 miliar. Berdasarkan Global Islamic Finance Report 2017, aset keuangan syariah menempati peringkat ke-10 secara global, mencapai US$66 miliar, dan Islamic Finance Country Index meningkat keposisi 6.
Baca juga: LPDB-KUMKM Tengah Maksimalkan Akses Keuangan Syariah
Sementara itu, pada Juni 2018 pangsa perbankan Indonesia dalam hal aset mencapai sekitar 6 persen dari semua bank di Indonesia. Sedangkan total pangsa aset dalam industri keuangan syariah di Indonesia adalah sekitar 8,5 persen dari seluruh aset industri keuangan di Indonesia.
Sebagai bentuk dukungan Bank Sentral dalam pengembangan ekonomi dan keuangan syariah Indonesia, BI telah mengembangkan cetak biru strategi. Cetak Biru ekonomi dan keuangan syariah dirumuskan dalam 3 pilar strategis utama, yaitu pertama, pemberdayaan dan penguatan ekonomi syariah melalui pengembangan rantai nilai halal. Kedua, pendalaman pasar keuangan syariah untuk mendukung pembiayaan syariah.
“Dan Ketiga memperkuat penelitian, penilaian dan pendidikan ekonomi dan keuangan syariah untuk meningkatkan literasi publik mengenai ekonomi dan keuangan syariah,” ucapnya.
Terkait pilar pertama, pemberdayaan dan penguatan ekonomi syariah dicapai melalui penguatan rantai nilai halal dengan mengembangkan ekosistem dari berbagai tingkat bisnis syariah, termasuk pesantren, UKM, dan perusahaan dalam rantai hubungan bisnis untuk memperkuat struktur ekonomi yang inklusif. Program ini dilaksanakan di 4 sektor utama, yaitu industri makanan halal dan halal, sektor pariwisata halal, sektor pertanian dan sektor energi terbarukan.
“Dalam pilar kedua, Bank Indonesia mendukung distribusi pembiayaan syariah untuk pengembangan rantai nilai halal melalui pendalaman pasar keuangan syariah untuk meningkatkan efisiensi manajemen likuiditas pasar keuangan syariah,” paparnya.
Ke depan, lanjut dia, untuk meningkatkan peran dan kontribusi ekonomi dan keuangan syariah secara global dan nasional, diperlukan peran aktif semua pihak, baik pembuat kebijakan, pelaku ekonomi maupun dunia pendidikan. “Bank Indonesia senantiasa mendorong koordinasi langkah-langkah untuk mensinergikan pengembangan ekonomi dan keuangan syariah,” tutup Dody. (*)