Jakarta – Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI), Juda Agung mengatakan pihaknya masih dilanda kekhawatiran soal inflasi global yang masih cukup tinggi. Hal ini dipicu oleh konflik geopolitik dan adanya krisis di Terusan Suez.
“Kita perlu worry adalah di sisi inflasi global, di sini kelihatan bahwa penurunan inflasi global itu masih tertahan,” ujar Deputi Gubernur BI Juda Agung di The Ritz Carlton Jakarta, Kamis 29 Februari 2024.
Juda mengatakan, tertahannya laju inflasi ini disebabkan kinerja dari sektor jasa di Amerika Serikat (AS) yang masih kuat, sehingga biaya tenaga kerja atau labor cost masih tinggi.
Baca juga: Pemerintah Targetkan Inflasi 2024 Terkendali di Kisaran 2,5 Persen, Begini Strateginya
“Tetapi juga apa yang disampaikan adanya eskalasi dari ketegangan geopolitik. Kelihatan dari suplai delivery time index itu mengalami peningkatan terutama setelah adanya krisis di Terusan Suez. Sehingga ini kemudian bisa menahan penurunan inflasi yang beberapa buan sebelumnya sudah kelihatan trennya turun ini agak sedikit tertahan,” ungkapnya.
Juda menambahkan hal ini juga menyebabkan ketidakpastian pasar keuangan global yang tinggi. Tercermin dari US Dollar Index naik saat ini di level 104, dan US Treasury masih di atas 44,29 persen.
Meski demikian, BI memproyeksikan pertumbuhan ekonomi global tahun 2024 akan lebih rendah dari 2023. BI melihat ekonomi negara maju seperti Amerika Serikat (AS) sudah mulai menguat, baik dari sisi ketenagakerjaan dan penjualan eceran.
Baca juga: Bos BI Proyeksikan Ekonomi RI Tumbuh 5,5 Persen di 2024
BI memperkirakan ekonomi global tumbuh sebesar 3,1 persen pada 2023 dan 3,0 persen di 2024, lebih tinggi dibandingkan dengan proyeksi sebelumnya masing-masing sebesar 3,0 persen dan 2,8 persen.
“Penjualan eceran kalau kita bandingkan dengan negara negara lain kelihatannya AS jauh lebih tinggi dibandingkan neara negara lain. Jadi kesimpulan kami 2024 pertumbuhan ekonomi global 3 persen sedikit lebih rendah dibanding tahun sebelumnya 2023,” pungkasnya. (*)
Editor: Galih Pratama