Jakarta – Meskipun dampaknya tak terlalu signifikan terhadap perbankan Indonesia, kegagalan sejumlah bank di Amerika Serikat (AS) dan Eropa bisa menjadi pembelajaran yang bisa dipetik. Terutama dalam mengimplementasikan kebijakan moneter di Tanah Air.
Juda Agung, Deputi Bank Indonesia (BI) mengatakan, banyak lesson learn yang bisa diambil dari krisis perbankan di AS dan Eropa. Pelajaran pertama adalah mengenai pentingnya bauran kebijakan pengelolaan makroekonomi. Terlebih, otoritas dihadapkan dengan dilema kebijakan.
“Ketergantungan pada satu kebijakan saja, seperti kenaikan suku bunga mengharuskan kenaikan suku bunga menjadi eksesif,” kata Juda dalam peluncuran Kajian Stabilitas Keuangan No 40 di Jakarta, Rabu, 10 Mei 2023.
Kedua, kata Juda, industri perbankan Indonesia jangan pernah underestimate risiko dari bank non-sistemik. Menurutnya, bank sekecil apapun harus tetap memiliki buffer yang kuat baik dari sisi likuiditas maupun permodalan.
Baca juga: Stabilitas Ekonomi RI Terjaga, BI Waspadai Risiko Global
Kejatuhan bank non sistemik dengan cepat juga menimbulkan risiko sistemik pada sistem keuangan. Terlebih di era digital sekarang ini, di mana media sosial itu menjadi katalis terjadinya bank run.
“Social media driven bank run. Sekarang banyak dibahas juga di pertemuan IMF, membahas mengenai hal ini,” papar Juda.
Kemudian, ketiga adalah munculnya model bisnis baru, terutama di tengah digitalisasi ekonomi dan keuangan yang harus tetap disikapi dengan hati-hati dalam mengelola risiko yang mungkin belum kita kenal. “Termasuk juga risiko siber, ini harus diantisipasi dengan baik,” pesan Juda.