Poin Penting
- BI tingkatkan insentif likuiditas hingga 5,5% dari DPK untuk dorong penurunan suku bunga kredit.
- Bank yang cepat turunkan bunga kredit akan mendapat tambahan insentif hingga 0,5% dari DPK.
- Kredit masih lesu, penurunan bunga bank belum sejalan dengan BI Rate yang sudah turun 150 bps.
Jakarta – Bank Indonesia (BI) memperkuat kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM) berbasis kinerja dan berorientasi ke depan. Kebijakan ini akan berlaku efektif mulai 1 Desember 2025, dengan insentif maksimum sebesar 5,5 persen dari Dana Pihak Ketiga (DPK), naik dari sebelumnya 5 persen.
Bank Indonesia (BI) memperkuat kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM) berbasis kinerja dan berorientasi ke depan yang berlaku efektif mulai 1 Desember 2025 dengan total paling tinggi sebesar 5,5 persen dari Dana Pihak Ketiga (DPK) dari sebelumnya 5 persen.
Tujuan kebijakan ini adalah mendorong bank segera menurunkan suku bunga kredit sejalan dengan penurunan BI Rate sebesar 150 basis poin (bps) sejak September 2024 dan mendorong pertumbuhan kredit yang lebih cepat.
“Makanya ikan sepat, ikan gabus. Semakin cepat, semakin bagus. Jadi kebijakan insentif likuiditas yang dilakukan adalah seperti itu,” ujar Perry dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bulan Oktober 2025, Rabu, 22 Oktober.
Baca juga: Bos BI Dorong Perbankan Turunkan Suku Bunga Kredit
Perry menjelaskan jika realisasi kredit perbankan ke sektor-sektor prioritas tinggi, maka insentif KLM yang diberikan oleh BI akan semakin besar.
“Kalau realisasi lebih gede, ya ditambah lebih gede insentifnya. Kalau realisasi lebih rendah dari rencana, ya lebih rendah. Itu untuk penyaluran kredit ke sektor-sektor prioritas,” kata Perry.
Sementara itu, Deputi Gubernur BI, Juda Agung menyebutkan, bank yang paling cepat menurunkan suku bunga kredit akan mendapatkan tambahan insentif maksimal 0,5 persen dari DPK.
“Kita mendorong bank-bank untuk segera melakukan penyesuaian suku bunga kredit terhadap penurunan BI Rate. Jadi pada intinya bank-bank semakin cepat dia menurunkan suku bunga kreditnya, akan mendapatkan insentif likuiditas, yaitu maksimum 0,5 persen dari DPK-nya. Semakin cepat, semakin besar insentif likuiditasnya,” katanya.
Juda mengakui memang masih terdapat sejumlah bank yang masih terbatas dalam menurunkan suku bunga kreditnya.
“Kami sudah lihat ada bank-bank besar yang cukup besar (menurunkan suku bunga), tapi sebagian besar masih terbatas. Jadi bank-bank yang menurun dengan cepat, kita akan berikan insentif likuiditas yang lebih tinggi,” tandasnya.
Penurunan Suku Bunga Kredit Masih Lambat
Deputi Gubernur BI lainnya, Aida S. Budiman, menyampaikan, transmisi penurunan suku bunga ke level perbankan masih tertinggal jauh dari penurunan BI Rate.
“Di DPK, itu baru turun 1 bulan, 29 basis point. Bayangkan, 150 basis point, baru turun 29 basis point. Di kredit apalagi, baru turun 15 basis point. Jadi inilah yang ingin dilakukan oleh Bank Indonesia,” imbuh Aida.
Baca juga: BI Rate Turun 5 Kali, Pendapatan Investasi TUGU Berpotensi Naik Tajam
Aida berharap kebijakan insentif likuiditas dan penguatan kanal suku bunga dapat mempercepat pertumbuhan kredit yang ditargetkan 8–11 persen pada tahun ini.
“Kemudian juga undisbursed loan yang masih tinggi Rp 2.374,8 triliun atau 22,54 persen dari platform yang tersedia, ini bisa disalurkan, sehingga rencana target kredit 8-11 persen akan terjadi,” ujarnya.
Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM) terdiri dari dua skema insentif utama. Pertama, insentif kepada bank atas komitmennya dalam menyalurkan kredit/pembiayaan kepada sektor tertentu (lending channel). Kemudian, menetapkan suku bunga kredit/pembiayaan yang sejalan dengan arah suku bunga kebijakan BI (interest rate channel).
Kedua, insentif KLM yang dapat diterima bank terdiri dari insentif lending channel yakni paling tinggi sebesar 5 persen dari DPK dan insentif interest rate channel yakni paling tinggi sebesar 0,5 persen dari DPK, sehingga total insentif yang diterima paling tinggi sebesar 5,5 persen dari DPK
Ketiga, sektor yang mendapatkan insentif lending channel terdiri dari, sektor pertanian, industri, dan hilirisasi, sektor jasa, termasuk ekonomi kreatif, sektor konstruksi, real estate, dan perumahan, dan/atau sektor UMKM, koperasi, inklusi dan berkelanjutan, yang juga menjadi sektor prioritas pemerintah dalam mendukung pertumbuhan ekonomi.
Keempat, besaran insentif yang diberikan kepada bank pada lending channel juga memperhitungkan faktor penyesuaian atas realisasi pertumbuhan kredit/pembiayaan dibandingkan dengan komitmen pertumbuhan kredit/pembiayaan periode sebelumnya.
Kelima, pengukuran insentif suku bunga kredit/pembiayaan (interest rate channel) didasarkan pada tingkat kecepatan perbankan dalam menyesuaikan suku bunga kredit/pembiayaan baru terhadap suku bunga kebijakan Bank Indonesia. (*)
Editor: Yulian Saputra










