Jakarta – Bank Indonesia (BI) memperkirakan neraca pembayaran Indonesia (NPI) pada 2017 masih akan surplus, namun jumlahnya menurun sekitar US$3-4 miliar dari surplus tahun lalu yang mencapai US$12 miliar.
Gubernur BI Agus Martowardojo mengatakan, penurunan surplus tersebut lantaran menurunnya neraca transaksi modal dan finansial yang disebabkan berakhirnya program amnesti pajak pada 31 Maret 2017 lalu, yang menyurutkan dana repatriasi ke pasar finansial.
“Kalau tahun lalu kami lihat ada dorongan dari tax amnesty, maka dari itu ada pengaruh di transaksi modalnua,” ujar Agus di Gedung BI, Jakarta, Senin malam, 29 Mei 2017.
Perkiraan jumlah surplus NPI pada akhir tahun tersebut sama dengan realisasi surplus NPI di periode Januari-Maret 2017 yang banyak terbantu oleh surplus transaksi modal dan finansial yang mencapai US$7,9 miliar.
Sebagai informasi, NPI merupakan gambaran transaksi yang terjadi antara penduduk Indonesia dengan penduduk warga negara lain. Dalam NPI, terdapat neraca transaksi berjalan (termasuk barang, jasa, pendapatan) serta neraca transaksi modal dan finansial.
Selain faktor neraca modal dan finansial, kata dia, menurunnya surplus NPI juga karena defisit neraca transaksi berjalan yang pada akhir tahun diperkirakan BI sebesar 1,8-1,9 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Angka tersebut sama dengan defisit transaksi berjalan pada 2016.
Meskipun masih defisit, lanjut Agus, kinerja neraca transaksi berjalan masih terkendali. Perbaikan kinerja ekspor pada tahun ini akan turut membantu memperbaiki kinerja neraca transaksi berjalan.
Pada kuartal I 2017, defisit transaksi berjalan sebesar US$2,4 miliar atau 1 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Peningkatan defisit transaksi berjalan pada kuartal I 2017 sebagian besar akibat naiknya defisit neraca perdagangan migas yang sebesar US$2,1 miliar dan pendapatan primer yang defisit US$7,4 miliar. (*)