Jakarta – Bank Indonesia (BI) memandang, penurunan Suku Bunga acuan telah direspons oleh perbankan dengan penurunan Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK).
BI juga mencatat, rigiditas SBDK telah terjadi di hampir semua jenis kredit, sementara penurunan SBDK kredit Mikro tercatat paling besar walaupun masih merupakan jenis kredit dengan level SBDK tertinggi.
“Kredit Mikro mencatat penurunan SBDK sebesar 256 bps (yoy) sejak Januari 2020. Penurunan ini jauh lebih dalam dibandingkan penurunan SBDK pada jenis kredit lainnya,” kata Kepala Departemen Komunikasi Direktur Eksekutif Erwin Haryono melalui keterangan resminya di Jakarta, Senin 22 Maret 2021.
Dirinya menjelaskan, penurunan SBDK kredit Mikro tidak terlepas dari kebijakan Pemerintah dalam mendorong pembiayaan pada skala usaha mikro melalui pemberian subsidi bunga kredit, di tengah pelemahan ekonomi akibat pandemi.
Sementara itu, rigiditas SBDK juga terjadi pada jenis kredit Konsumsi (KPR dan Non KPR), kredit Korporasi, dan kredit Ritel. Penurunan SBDK juga terjadi pada segmen kredit Konsumsi Non KPR sebesar 47 bps (yoy) sejak Januari 2020 sampai Januari 2021.
Sebagai informasi saja, sejak awal tahun 2020 sampai Januari 2021, suku bunga BI7DRR telah turun sebesar 125 bps (yoy) sementara pada periode yang sama SBDK hanya turun sebesar 78 bps (yoy).
Hal ini menyebabkan spread SBDK terhadap BI7DRR melebar dari 5,82% pada Januari 2020 menjadi 6,28% pada Januari 2021 (naik 46 bps). Adapun suku bunga deposito lebih cepat dalam merespons penurunan suku bunga kebijakan, yaitu turun sebesar 189 bps (yoy), sehingga spread antara suku bunga SBDK dan suku bunga deposito 1 bulan mengalami kenaikan lebih besar dari 4,86% menjadi 5,97%. (*)
Editor: Rezkiana Np