Jakarta–Dalam upaya meningkatkan pembiayaan valuta aasing (valas) perbankan syariah, Bank Indonesia (BI) menerbitkan aturan mengenai transaksi lindung nilai berdasarkan prinsip syariah (hedging syariah).
Direktur Program Pendalaman Pasar Keuangan BI, Edi Susianto mengungkapkan, aturan ini tertuang dalam PBI 18/2/PBI/2016 tentang hedging syariah. Dikeluarkannya PBI ini juga atas izin dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Dewan Syariah Nasional (DSN).
Selain jumlah pembiayaan perbankan syariah dalam valas yang terus meningkat. Aturan hedging syariah ini juga bertujuan untuk mengurangi potensi kerugian karena fluktuasi nilai tukar. Menurutnya, aturan tersebut merupakan realisasi fatwa DSN Nomor 96 tentang hedging syariah.
“Misalnya itu kebutuhan dalam pembiayaan ONH, itu terus meningkat, bahkan sesuai perhitungan kita pada 8 hingga 17 tahun kedepan akan mencapai Rp52 juta hingga Rp81 juta,” ujar Edi di Gedung BI, Rabu, 2 Maret 2016.
Lebih lanjut dia menambahkan, bahwa transaksi keuangan berbasis syariah ini akan terus meningkat dalam ke depannya, seiring dengan adanya fasilitas dari pemerintah melalui Komite Nasional Keuangan Syariah yang diketuai langsung oleh Presiden RI Joko Widodo.
Dengan adanya hal tersebut, kata dia, berbagai kebijakan dan fasilitas yang berbasis syariah dipastikan Edi akan semakin menjamur. Kondisi ini menjadi hal yang wajar dan harus terus dilakukan demi menjadikan Indonesia sebagai pusat ekonomi syariah dunia.
”Ke depan akan ada peningkatan signifikan baik dari ekonomi syariah maupoun keuangan syariah, dengan begitu, otomatis implikasi ke valas akan meningkat,” tukas Edi.
Dalam PBI tersebut diatur dimana pelaksanaan transaksi lindung nilai syariah harus didahului dengan forward agreement atau rangkaian forward agreement. Selain itu pelaksanaan harus sesuai akadnya yakni Tahawwuth Al Basith (transaksi lindung nilai sederhana) atau Tahawwuth Al Murakkab (transaksi lindung nilai kompleks).
Adapun hal-hal yang harus diperhatikan sebelum memanfaatkan fasilitas ini di antaranya adalah tidak untuk spekulatif sehingga perlu underlying yang non-tradable, nominal dan jangka waktu hedging syariah maksimal sama dengan underlying, penyelesaian transaksi dengan penyerahan dana pokok secara penuh.
“Pembatalan transaksi setelah adanya pembayaran wajib dilakukan dengan penyerahan kembali dana secara penuh,” tutup Edi. (*) Rezkiana Nisaputra