Jakarta–Bank Indonesia (BI) menyebutkan ada tiga tantangan yang dihadapi dalam pengemabangan ekonomi syariah di dunia.
Tantangan pertama yaitu kurangnya inovasi produk, kedua kurangnya ahli keuangan syariah dan yang terakhir adalah kurangnya komitmen yang kuat untuk memenuhi standar internasional.
“Ukuran keuangan syariah di sistem ekonomi global masih terbatas, hanya 1% di pembiayaan global. Kami memahami butuh strategi untuk mendukung secara global keuangan syariah di tingkat nasional maupun dunia,” kata Gubernur BI Agus D.W. Martowardojo dalam acara 11th IDB Global Forum on Islamic Financing in Achieving Sustainable Development Goals yang digelar dalam rangkaian acara 41st Annual Meeting IDB Group di Jakarta Convention Center, Jakarta Senin, 16 Mei 2016.
Agus mengatakan untuk Indonesia, BI telah melakukan upaya untuk mengatasi tantangan-tantangan tersebut yaitu melalui lima pilar strategis. Pilar pertama adalah pengembangan produk dan pasar, dengan tujuan menciptakan produk keuangan syariah dan instrumen likuiditas untuk pendalaman pasar keuangan.
“Sejauh ini kami sudah menerbitkan aturan hedging instrumen syariah dan instrumen lainnya dan syariah repo,” tambahnya.
Pilar kedua, pengembangan SDM dan market enpowerement dengan mendorong pendidikan untuk meningkatkan kompetensi tenaga kerja di keuangan syariah. Bank Sentral menurutnya akan menggelar Indonesia Syariah Economic Festival, sebagai strategi untuk mengenalkan peran Indonesia dalam keuangan syariah.
Ketiga, memperkuat pengawasan framework, Agus menyebut Bank Sentral mempunyai inisiatif zakat institute, dan memanfaatkan zakat fund untuk pembiayaan pembangunan. Keempat, dukungan pembiayaan infrastruktur untuk sektor riil dan UMKM. Menurutnya Indonesia telah memiliki model untuk mendukung kewirausahaan dan model bisnis lainnya.
Kelima, mempromosikan struktur industri yang lebih efisien dengan partisipasi aktif dalam bagian keuangan syariah global dan memperkuat kerja sama dengan institusi internasional. (*)
Editor: Paulus Yoga