Jakarta – Deputi Gubernur Bank Indonesia, Juda Agung menilai kondisi global masih diwarnai ketidakpastian, penuh kejutan (uncertain), dan sulit ditebak (unpredictable). Meski begitu, Indonesia masih memiliki peluang besar untuk menjadikan ekonominya lebih tangguh, berdaya saing, dan tumbuh lebih dinamis.
“Untuk itu kita perlu menjawab tantangan utama di dalam negeri, yaitu menjaga keseimbangan antara stabilitas perekonomian dengan upaya mendorong pertumbuhan ekonomi,” ucap Juda saat meluncurkan buku Kajian Stabilitas Keuangan (KSK) No.45, Jumat, 29 Agustus 2025.
Dari sisi likuiditas, kebijakan makroprudensial longgar, operasi moneter, dan insentif likuiditas telah menambah ruang gerak bagi perbankan. Ke depan, bank perlu meningkatkan kesiapan untuk segera melakukan realokasi dari likuiditas ke kredit, dan berani mempercepat penurunan suku bunga dana serta kredit.
Juda menyebutkan, untuk mendorong percepatan transmisi kebijakan moneter dan makroprudensial tersebut maka kebijakan BI difokuskan pada empat hal. Pertama, mencermati ruang pelonggaran BI rate lebih lanjut untuk mendorong bekerjanya transmisi lebih lanjut.
Baca juga: BI Pede Ekonomi RI Semester II 2025 Tumbuh Solid
Kedua, memperkuat efektivitas transmisi melalui penyesuaian struktur instrumen moneter dan swap valas. Ketiga, menambah likuiditas pasar uang secara terukur, melalui penyesuaian Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) dan pembelian Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder.
Keempat, melanjutkan pelonggaran kebijakan makroprudensial untuk mendorong kredit/pembiayaan, menurunkan suku bunga, dan memperkuat ketahanan perbankan.
Isi Buku KSK 45
Buku KSK 45 yang mengangkat tema ‘Mendorong Intermediasi, Memperkuat Ketahanan di Tengah Peningkatan Ketidakpastian Global’ mencatat stabilitas sistem keuangan Indonesia pada semester I 2025 tetap terjaga di tengah gejolak global ditopang oleh ketahanan perbankan, industri keuangan non-bank, serta korporasi dan rumah tangga.
“Pada periode ini, salah satu respons kebijakan makroprudensial longgar dan berfokus pada upaya mendorong pertumbuhan adalah penguatan Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM),” jelasnya.
BI menaikkan porsi KLM dari 4 persen menjadi 5 persen per 1 April 2025. Hingga minggu pertama Agustus 2025, total insentif KLM mencapai Rp384 triliun, yang disalurkan kepada kelompok bank BUMN sebesar Rp171,5 triliun, bank BUSN sebesar Rp169,2 triliun, BPD sebesar Rp37,2 triliun, dan KCBA sebesar Rp5,7 triliun.
Secara sektoral, insentif KLM disalurkan kepada sektor-sektor prioritas, yakni Pertanian, Real Estate, Perumahan Rakyat, Konstruksi, Perdagangan dan Manufaktur, Transportasi, Pergudangan, Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, serta UMKM, Ultra Mikro, dan Hijau.
Baca juga: Bank Mandiri Nilai BI Masih Punya Ruang Pangkas Suku Bunga Acuan
Juda berharap, KSK 45 dapat menjadi kompas strategis, menajamkan pandangan, meneguhkan keyakinan, sekaligus mempersiapkan langkah mitigasi menghadapi risiko yang kian kompleks bagi seluruh pemangku kepentingan untuk memahami dinamika sistem keuangan dan merumuskan langkah mitigasi.
“Dengan semangat kolaborasi, mari kita pastikan likuiditas yang ada, tidak berhenti di perbankan, tetapi benar-benar menjadi tenaga penggerak ekonomi, menciptakan pertumbuhan yang lebih inklusif, kuat, dan berkelanjutan,” ucap Juda. (*)
Editor: Galih Pratama










