Jakarta – Pulihnya perekonomian global dan domestik menuntut para pemangku kebijakan untuk segera menarik stimulus dan melakukan normalisasi. Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo mengungkapkan pihaknya hingga saat ini sudah dan akan terus melakukan normalisasi kebijakan makro ekonomi untuk mendukung pemulihan Indonesia.
“Kami tetap dan sudah melakukan normalisasi. Normalisasi yang kami lakukan adalah melalui penyerapan likuiditas, yaitu dengan menaikkan GWM (Giro Wajib Minimum). Bahkan dalam RDG (Rapat Dewan Gubernur) terakhir, kami mempercepat penyerapan likuiditas tadi,” jelas Perry pada paparan virtualnya, Rabu 15 Juni 2022.
Dalam RDG BI Mei 2022, Perry memang sudah mengumumkan percepatan kenaikan GWM. Awalnya, peningkatan GWM secara bertahap menjadi 6,5% akan dilakukan pada September 2022. BI akhirnya memutuskan mempercepatnya tahapan tersebut menjadi 6% di bulan Juni, 7% di bulan Juli, dan 9% di bulan September.
Percepatan dan keputusan untuk menaikkan GWM ini diyakini tidak akan menganggu kemampuan perbankan memberikan kredit dan pembiayaan ke SBN. Perry menilai likuiditas di perbankan saat ini masih sangat longgar karena dalam 2 tahun terakhir BI menambah likuiditas quantitative easing dalam jumlah besar.
Alat liquid/DPK saat ini mencapai 29% dan prediksi BI akan menurun ke 27%. Angka ini masih lebih tinggi dibandingkan periode sebelum Covid-19 yaitu di kisaran 21%.
Lebih jauh, Gubernur BI menyebut, opsi kenaikan GWM ini diambil untuk menahan suku bunga BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 3,50%. Dengan ini, kondisi makro ekonomi Indonesia bisa lebih stabil dan lebih tahan akan tekanan global yang ada saat ini, seperti naiknya inflasi global dan peningkatan suku bunga The Federal Reserve Amerika Serikat.
“Ke depan kami akan memantau inflasi. Sejauh ini ekspektasi inflasi masih terkendali dan skenario itu terus kami lakukan dengan terus mewaspadai perkembangan ke depan Semoga tidak ada kejutan-kejutan di global maupun domestik, sehingga ekonomi dan pemulihan domestik terus berlanjut dan stabilitas makro, keuangan, inflasi, nilai tukar terjaga,” tutup Perry. (*)