Jakarta – Beberapa waktu belakangan ini, semakin banyak tempat-tempat seperti kedai, toko, maupun tempat transaksi lainnya yang menolak penggunaan mata uang fisik atau pembayaran tunai dalam bertransaksi. Penolakan dalam bertransaksi ini, beberapa kali sempat viral di media sosial.
Menanggapi hal ini, Kepala Departemen Pengelolaan Uang Bank Indonesia (BI), Marlison Hakim, menjelaskan bahwa pihaknya terus mendorong transaksi non tunai untuk meningkatkan efisiensi. Namun, sebagai bank sentral, pihaknya juga memiliki tugas untuk menyediakan uang kartal atau uang fisik.
“Maka tetap kami menyiapkan uang kartal, selain terus mendorong yang non tunai. Maka, kami terus mengedukasi masyarakat bahwa tidak boleh menolak transaksi dalam bentuk rupiah,” ucap Marlison saat ditemui pada pembukaan FERBI 2024 di Istora Senayan, Jumat (16/8).
Baca juga: Lewat FERBI 2024, BI Ajak Masyarakat Cinta Rupiah
Ia jelaskan lebih lanjut, pembayaran non tunai atau tunai itu hanya persoalan cara, tetapi prinsipnya adalah mata uang rupiah. Oleh karenanya, pihaknya mengimbau kepada masyarakat jika di suatu tempat ada pembayaran dengan uang kartal tak diterima, untuk diterima karena itu tetap adalah uang rupiah.
“Secara prinsip kami minta diterima, karena secara undang-undang harus diterima,” tegasnya.
Hal ini juga berlaku untuk uang logam, yang ia akui tak terlalu banyak diminati oleh masyarakat. Ia tegaskan bahwa uang logam itu masih berlaku, bahkan di daerah-daerah.
“Di daerah lain pun Rp1 masih dicari, Rp100 masih dicari. Nah, kewajiban bank sentral adalah menyediakan uang. Pemanfaatannya bagaimana, kita tetap menyediakan. Seperti itu,” jelas Marlison.
Baca juga: BI Buka Lowongan Kerja Program PCPM, Ini Syarat dan Cara Daftarnya
Marlison katakan, terdapat regulasi yang melarang penolakan penggunaan uang rupiah dalam bertransaksi, baik fisik maupun elektronik, dalam bentuk Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang, tepatnya Bab X Ketentuan Pidana. Pada Pasal 33 ayat (2) tertuang larangan penolakan uang rupiah dengan bunyi:
“Setiap orang dilarang menolak untuk menerima Rupiah yang penyerahannya dimaksudkan sebagai pembayaran atau untuk menyelesaikan kewajiban yang harus dipenuhi dengan Rupiah dan/atau untuk transaksi keuangan lainnya di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, kecuali karena terdapat keraguan atas keaslian Rupiah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan pidana denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).”
“Rupiah dibagi tiga; uang kartal (tunai), elektronik, dan digital. Uang digital kan sedang dalam proses. Uang elektronik yang non tunai, sehingga cuman soal caranya. Prinsipnya (uang rupiah) harus diterima, karena masyarakat berhak untuk itu,” tukasnya. (*)Steven Widjaja
Jakarta - Allianz Life Indonesia dan Allianz Utama Indonesia meraih sertifikasi terkait keamanan data pribadi,… Read More
Jakarta – Kegiatan operasional Bank Indonesia ditiadakan pada hari Pemungutan Suara Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), Rabu, 27… Read More
Jakarta - PT Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI) sebagai Central Counterparty Pasar Uang dan Valuta… Read More
Jakarta - PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk atau BNI melalui aplikasi wondr by BNI… Read More
Jakarta - Meski masuk jajaran negara G-20 atau negara dengan ekonomi terbesar, Indonesia rupanya masih… Read More
Jakarta – Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (Gapensi) menolak rencana pemerintah menaikkan PPN (Pajak Pertambahan Nilai) menjadi… Read More