BI Independen Tapi Kok Wajib Lapor ke Presiden dan DPR

BI Independen Tapi Kok Wajib Lapor ke Presiden dan DPR

Oleh Karnoto Mohamad, Wakil Pemimpin Redaksi Infobank

BANK Indonesia (BI) meraih supremasinya sebagai otoritas independen melalui payung hukum Undang-Undang (UU) Nomer 23 Tahun 1999 yang kemudian diubah dalam UU Nomor 3 Tahun 2004. Namun, dengan diketoknya UU Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK), kedudukan BI seolah tidak semerdeka sebelumnya.

Kedudukan BI memang disebutkan masih independen seperti disebutkan dalam bagian kelima Pasal 4 ayat (2) bahwa BI merupakan lembaga negara yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas dari campur tangan pemerintah dan/atau pihak lain, kecuali untuk hal-hal tertentu yang secara tegas diatur dengan UU ini. Hal ini ditegaskan kembali dalam Pasal 9.

Namun, kata-kata “kecuali” mengandung pesan bahwa BI bisa diintervensi oleh pemerintah dan/atau pihak lain. Salah satunya BI tidak bisa menolak “perintah” untuk membeli surat utang negara di pasar primer seperti tertulis di Pasal 36A bahwa dalam rangka penanganan stabilitas sistem keuangan yang disebabkan oleh kondisi krisis, BI berwenang membeli SBN berjangka Panjang di pasar perdana untuk penanganan permasalahan sistem keuangan yang membahayakan perekonomian Indonesia. Pembelian SBN tersebut diputuskan oleh KSSK yang dikoordinir Menkeu. Sedangkan kondisi krisis sendiri ditetapkan oleh presiden, yang notabene juga atas usulan Menkeu.

Lahirnya UU P2SK sendiri tak lepas dari datangnya pandemi COVID-19 pada Maret 2020. Waktu itu, pemerintah berniat mengeluarkan PERPPU untuk mereformasi sistem keuangan yang dianggap membahayakan stabilitas sistem keuangan dan moneter Indonesia. Menkeu pun sudah menyampaikan releasenya.

“Landasan dan proses penanganan permasalahan bank dan lembaga keuangan non-bank terus diperbaiki melalui mekanisme kerja sama antara pemerintah, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Lembaga Penjamin Simpanan, yang makin intensif,” ujar Sri Mulyani kala itu (4/9/2020).

Menurut catatan Infobank, permasalahan yang dihadapi sejumlah lembaga keuangan sebelum pandemi makin berat. Misalnya, permasalahan yang dihadapi Bank Bukopin dan BI sempat menolak memberikan bantuan likuiditas jangka pendek hingga bank ini mengalami gagal kliring pada Mei 2020. Padahal, menurut Pasal 17 PERPPU Nomor 1 Tahun 2020, bank yang masuk klasemen berdampak sistemik maupun tidak berdampak sistemik bisa dapat suntikan likuiditas jangka pendek dari BI.

Kendati pemerintah yang sedang fokus membiayai krisis kesehatan dan dampak ekonominya tidak melakukan bail-out, Bank Bukopin lolos dari maut setelah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berhasil mengajak KB Kookmin Bank untuk menyuntikan modal sementara Bosowa Corporindo sebagai pemegang saham pengendali waktu itu tidak mau melaksanakan haknya. Namun, kabar mengenai permasalahan koordinasi di KSSK yang memanas soal penyelamatan Bank Bukopin menjadi pemicu bagi pemerintah untuk mereformasi sistem keuangan yang spiritnya seperti ke arah sentralistis.

Langkah pemerintah untuk “menghukum” BI melalui PERPPU terus berlanjut. Pada saat yang bersamaan, ada inisiatif untuk mengamandemen UU BI yang saat itu draftnya bahkan sudah dibahas dan Badan Legislasi menghapus Pasal 9 UU Nomor 3 Tahun 2004, dan dibuat Pasal 9A yang menyebutkan adanya Dewan yang akan membantu bank sentral. Namun, setelah mendapatkan kritik keras oleh publik yang tidak setuju dengan kedudukan BI Kembali dalam komando pemerintah seperti pada zaman Orde Baru, istilah Dewan Moneter kemudian berubah menjadi Dewan Kebijakan Eknomi Makro, yang tugas maupun fungsi dan kewenangannya sama dengan Dewan Moneter.

Dewan Moneter sendiri ada di Pasal 9 UU Nomor 13 Tahun 1968 tentang BI, Dewan Moneter berperan membantu pemerintah dalam merencanakan dan menetapkan kebijaksanaan moneter, serta memimpin dan mengkoordinir pelaksanaan kebijaksanaan moneter yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Kembali, usulan Dewan Kebijakan Ekonomi Makro pun dikritik publik karena akan merusak independensi bank sentral dan bertabrakan dengan KSSK dan UU Nomor 9 Tahun 2016 tentang Pencegahan dan Penangan Krisis Sistem Keuangan.

Rencana penerbitan PERPPU berhenti namun muncul cerita lain, yaitu munculnya draft RUU P2SK yang diklaim sebagai inisiatif legislatif. Namun, sumber Infobank mengatakan bahwa draft awal RUU tersebut berasal dari pemerintah. “Draft awal berawal dari pemerintah yang kemudian diubah isinya menjadi RUU P2SK dan menjadi inisiatif DPR,” ujar seorang anggota DPR kepada Infobank beberapa waktu lalu.

RUU P2SK diketok dalam rapat paripurna DPR akhir tahun lalu dan disahkan menjadi UU Nomor 4 Tahun 2023. Lalu seperti apa posisi dan tugas baru anggota KSSK dalam UU tersebut? Benarkah independensi BI berkurang dengan adanya UU ini? Apa bekal OJK untuk menjadi penyidik kejahatan keuangan dan mengawasi lembaga keuangan mikro, sektor keuangan digital, hingga aset kripto? Akankah LPS yang mengembang tugas baru untuk menjami polis asuransi bakal menjadi “kuburan massal” asuransi? Baca selengkapnya di Majalah Infobank Nomor 538 Februari 2023, atau bisa kunjungi Infobankstore. (*)

Majalah Infobank Edisi Februari 2023

Related Posts

News Update

Top News