Jakarta – Ekonom Lembaga Penyelidikan Ekonomi & Masyarakat FEB Universitas Indonesia (UI), Teuku Riefky memproyeksikan Bank Indonesia (BI) masih akan menahan suku bunga acuannya pada level 6 persen di akhir tahun 2023.
“Kami berpandangan BI perlu menahan suku bunga acuannya di 6,00 persen pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) terakhir di tahun ini,” ujar Riefky dalam keterangan tertulis, dikutip, Kamis 21 Desember 2023.
Adapun, perkiraan tersebut mempertimbangan sejumlah faktor. Pertama, tingkat inflasi pada November 2023 tercatat sebesar 2,86 persen yoy, cukup meningkat dari 2,56 persen yoy dibandingkan bulan sebelumnya.
Baca juga: Suku Bunga BI Diramal Bertahan Hingga Akhir 2023, Bagaimana Tahun Depan?
“Melanjutkan tren sejak Agustus lalu, peningkatan inflasi masih didominasi oleh kenaikan harga pangan, utamanya dipengaruhi fenomena El-Nino yang sudah berlangsung selama beberapa bulan terakhir,” jelasnya.
Naiknya harga bahan makanan juga tercermin dari komponen harga bergejolak yang mencatatkan inflasi sebesar 7,59 persen yoy di November 2023, peningkatan signifikan dari 5,54 persen yoy pada bulan sebelumnya.
Kedua, dari sisi eksternal, yakni surplus perdagangan menyusut ke USD2,41 miliar di November 2023 dari USD3,48 miliar di bulan sebelumnya. Menyempitnya surplus perdagangan dipengaruhi oleh kombinasi turunnya ekspor dan meningkatnya impor selama bulan lalu.
Ekspor merosot 8,56 persen yoy atau 0,67 persen mtm sebagai imbas dari perlambatan permintaan besi dan baja seiring dengan melemahnya daya beli untuk properti dan manufaktur di Tiongkok yang menyebabkan penurunan ekspor non- migas sekitar USD167 juta.
Selanjutnya, keputusan The Fed dalam rapat FOMC terakhir di tahun 2023 dengan tidak mengubah suku bunga kebijakan (Fed Funds Rate/FFR) dan tetap di level 5,25 persen – 5,50 persen.
Baca juga: BI Diperkirakan Tetap Tahan BI7DRR di Level 6 Persen
“Rapat FOMC terakhir juga memberi sinyal adanya kemungkinan penurunan tingkat suku bunga sebanyak tiga kali di tahun depan, memberi kejutan kepada investor yang sebelumnya mengantisipasi penurunan suku bunga acuan yang lebih sedikit,” jelas Riefky.
Lebih lanjut, keputusan The Fed untuk menahan suku bunganya segera memicu aliran arus modal ke negara berkembang dan mendorong pelemahan USD. Sebagai imbasnya, indeks USD turun ke 101,96 pasca pengumuman The Fed dan menyentuh titik terendahnya sejak Juli lalu.
“Indonesia mengalami aliran arus modal masuk sekitar USD360 juta satu hari pasca rapat FOMC (14 Desember) dan membuat rupiah menguat dari Rp15.655 ke Rp15.495 per dolar AS di periode yang sama,” tutupnya. (*)
Editor: Galih Pratama