Jakarta – Perekonomian global berisiko tumbuh lebih rendah dari perkiraan sebelumnya, yang disertai dengan peningkatan risiko stagflasi dan masih tingginya ketidakpastian pasar keuangan.
Deputi Gubernur Bank Indonesia, Dody Budi Waluyo mengatakan, tantangan inflasi global juga masih terpantau tinggi disertai ketegangan geo politik dan kebijakan proteksionisme yang masih berlangsung dan perbaikan gangguan rantai pasokan yang masih terbatas.
“Ditandai dengan masih berlanjutnya pengetatan kebijakan moneter di berbagai negara termasuk AS. Meskipun, tidak seagresif dari perkiraan awal, hal ini mengakibatkan masih terbatasnya aliran modal asing dan juga mengakibatkan tekanan kepada nilai tukar di negara-negara berkembang termasuk di Indonesia,” ujarnya dalam seminar Second Half Economic Forecasting 2022 dengan tema Mewaspadai Signal Resesi dan Debitur Nakal yang digelar Infobank, Kamis, 25 Agustus 2022.
Namun, kata Dody, aliran modal asing ke pasar keuangan domestik sudah masuk secara bertahap, meskipun dengan nilai yang masih rendah. Hal ini, menjaga pasokan valas di domestik serta memberikan persepsi positif dari investror asing terhadap prospek perekonomian di Indonesia.
“Stabilitas nilai tukar rupiah tetap terjaga dengan tikat volatilitas yang masih baik dan dengan depresiasi yang terjadi pada mata uang negara emerging lain,” kata Doddy.
Selain itu, inflasi juga menjadi salah satu tantangan bahkan risiko bagi Indonesia. Tekanan inflasi yang meningkat didorong oleh tingginya harga komoditas pangan dan energi global.
Doddy menambahkan, dalam memperkuat kebijakan dan menjaga stabilitas serta mendukung pemulihan ekonomi, BI juga melakukan berbagai langkah kebijakan, terutama dari kebijakan makroprudensial dan sistem pembayaran guna meningkatkan efektifitas transisi kebijakan di sektor keuangan.
Dari sisi kebijakan makroprudensial, BI akan secara efektif mengimplementasikan kebijakan insentif bagi bank-bank yang menyalurkan kredit kepada 46 sektor prioritas dan UMKM.
“Meningkatan besaran insentif kepada sektor prioritas menjadi maksimum 1,5% dari sebelumnya paling besar 0,5% yang berlaku mulai 1 September mendatang, kemudian BI juga akan melanjutkan kebijkan transparasi Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) dengan pendalaman pada suku bunga berdasarkan segmen kredit mikro,” pungkasnya.
Kemudian, dari sisi kebijakan sistem pembayaran, BI terus mendukung pemulihan ekonomi dan akselerasi digitalisasi melalui perluasan layanan dan akses QRIS serta BI-Fast kepada berbagai lapisan masyarakat terutama UMKM dan pembelian produk di dalam negeri.
“Penguatan kebijakan sistem pembayaran juga akan digabung melalui implementasi layanan BI-Fast dalam bentuk cross border payment, serta persiapan implementasi kartu kredit pemerintah domestik,” imbuhnya. (*) Irawati