Jakarta – PT BFI Finance Indonesia Tbk (BFIN) segera menerbitkan surat utang (obligasi) berkelanjutan sebesar total Rp8 triliun. Tidak ada yang terganggu dari rencana bisnis dan aksi korporasi perusahaan pembiayaan lokal itu di tengah munculnya kembali gugatan lama dari PT Aryaputra Teguharta (APT).
Obligasi sebesar Rp8 triliun merupakan Penawaran Umum Berkelanjutan (PUB) dan sudah mendapatkan persetujuan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Pada tahap awal, BFI Finance akan menerbitkan sebesar Rp740 miliar dijadwalkan pada 26 Juni 2018. Dana tersebut akan dipergunakan untuk pembiayaan (refinancing).
Direktur BFI Finance, Sudjono, mengungkapkan rencana bisnis perseroan dan berbagai rencana aksi korporasi berjalan sesuai rencana. Tidak terganggu sama sekali oleh manuver dilakukan APT.
”Perjalanan bisnis berjalan normal saja. Ada yang bertanya (terkait gugatan APT) tapi tidak ada yang meragukan manajemen,” ungkapnya saat press conference di Jakarta, Jumat, 8 Juni 2018.
Sebab, kata Sudjono, kasus ini merupakan cerita lama. Sudah selesai di tingkat pengadilan dan proses resmi perusahaan. ”Ini bukan kasus baru dan tidak ada dasar baru yang menguatkan klaim,” tegasnya.
Baca juga: BEI Tolak Permintaan APT untuk Suspend BFI Finance
Semua proses yang dijalankan BFI Finance termasuk terkait kepemilikan saham sudah terbuka dan diungkap secara resmi. Tertuang juga dalam laporan keuangan perseroan.
Terkait gugatan, Kuasa Hukum BFI Finance Indonesia, Anthony L.P. Hutapea, secara tegas menolak permintaan pelaksanaan pembayaran dividen dan dwangson (uang paksa) kepada APT, sesuai dengan surat yang dikirimkan oleh kuasa hukum APT, Hutabarat Halim & Rekan (HHR) kepada BFI Finance pada 4 Juni 2018.
Permintaan tersebut tidak berdasar karena APT sudah tidak lagi menjadi pemilik saham BFI Finance. Pasalnya, saham-saham APT telah dialihkan kepada pihak ketiga melalui The Law Debenture Trust Corporation.p.I.c. sesuai Perjanjian Perdamaian tertanggal 7 Desember 2000 yang telah disahkan oleh Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada tanggal 19 Desember 2000.
”Pengalihan saham tersebut juga sesuai dengan Perjanjian Jual Beli Saham (Share Sale and Purchase Agreement) pada tanggal 9 Februari 2001. Dan pengalihan tersebut dinyatakan sah oleh Mahkamah Agung (MA) berdasarkan Putusan Nomor 240 PK/PDT/2006 tertanggal 20 Februari 2007,” kata Anthony. (*)