Apa lagi, lanjut Dardjat, sejarah berdirinya Pertamina adalah untuk fokus di minyak yang oleh Presiden Soekarno dibentuk dengan cita-cita mulia untuk kesejahteraan rakyat. Adapun PGN yang dibentuk untuk fokus di gas pada masa Presiden Soekarno dan diperkuat pada masa Presiden Soeharto.
“Sebenarnya itu faktor sejarah. Dua BUMN itu dibuat oleh para pendahulu kita. Pertamina dibuat oleh Bung Karno (Presiden Soekarno) dan PGN juga. Dan diperkuat bentuk kedua BUMN itu oleh Pak Soeharto. Kalau ini digabungkan (holding), ya silakan disimpulkan sendiri, itu artinya kita ingat tidak dengan sejarah pendahulu pemimpin Indonesia,” kata Dradjad.
Bila melihat sejarahnya, ketika Indonesia merdeka, Presiden Soekarno melakukan nasionalisasi perusahaan-perusahaan listrik dan gas milik Belanda, seperti N.V. Overzeesche Gas & Electriciteits Maatshappij (N.V. OGEM) dan Algemeene Nederlandsche Indische Electriciteit Maatschappij (ANIEM) dan dibentuklah Badan Pimpinan Umum Perusahaan Listrik Negara (BPU-PLN). Selanjutnya agar pengelolaan energi menjadi fokus, BPU PLN dipecah menjadi dua jadi PLN dan PGN. PLN ditugaskan mengurusi listrik dan PGN ditugaskan mengurusi gas.
Adapun Pertamina dibentuk dari penggabungan Pertamin dengan Permina yang didirikan pada tanggal 10 Desember 1957. Yang diharapkan dapat menjadi perusahaan negara yang kuat di bidang minyak bumi.
Melihat betapa pentingnya gas bumi yang dapat mengurangi Indonesia dari ketergantungan minyak bumi, Presiden Soeharto memperkuat PGN dengan mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 37 Tahun 1994. (*) Dwitya Putra
(Baca juga: Holding BUMN Rebutan Apa Lagi?)
Editor: Paulus Yoga