Jakarta – PT Bursa Efek Indonesia (BEI) menekanan, penghentian layanan pemerintah (shutdown) di Amerika Serikat (AS) yang sudah terjadi selama dua hari, tidak akan berdampak langsung ke pasar modal domestik, meski harus diwaspadai pelemahan kinerja ekspor Indonesia.
“Kalau shutdown di AS hanya berlangsung satu sampai dua pekan, maka secara historis kondisi tersebut tidak akan berdampak buruk ke pasar modal kita,” ujar Direktur Utama BEI, Tito Sulistio di Jakarta, Senin, 22 Januari 2018.
Kekuatan pasar modal domestik terhadap sentimen shutdown pemerintah AS tersebut, kata dia, lantaran nilai kapitalisasi pasar di BEI hingga akhir pekan kemarin mencapai Rp7.210,08 triliun. “Kami rasa shutdown AS paling lama 18 hari, tetapi market cap kita masih kuat hampir Rp7.250 triliun,” ucapnya.
Bahkan, jelas Tito, nilai kapitalisasi pasar BEI yang sebesar Rp7.210 triliun itu belum termasuk dana yang ada pada instrumen obligasi mencapai Rp2.000 triliun. “Kekuatan pasar saham kita juga tercermin dari rata-rata transaksi harian yang sudah mencapai Rp8,9 triliun (per akhir pekan kemarin),” papar Tito.
Menurutnya, para investor domestik tidak perlu mengkhawatirkan besaran net sell asing di 2017 yang mencapai Rp40 triliun, karena pelarian dana tersebut hanya sebagian kecil nilai keuntungan yang diambil dari pasar modal. “Menariknya, net sell asing itu justru yang diambil oleh investor domestik, sehingga iHSG di akhir 2017 menguat 20 persen,” tukasnya.
Namun demikian, tambah dia, kondisi shutdown pemerintah AS dalam jangka waktu lama akan berdampak pada kinerja ekspor Indonesia, lantaran dolar AS berpotensi untuk melanjutkan tren depresiasi terhadap rupiah. “Ekspor kita memang sekarang sedang menguat, tetapi rupiah kita juga terus menguat,” jelas Tito.
Berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS), pada 2017 porsi ekspor Indonesia ke AS mencapai 11,2 persen dari total ekspor atau mencapai US$17,1 miliar. Sebagaimana diketahui, nilai neraca perdagangan Januari-Desember 2017 yang mencatatkan surplus US$11,84 miliar. (*)