Jakarta – Perubahan iklim yang begitu dinamis menjadi masalah yang dihadapi oleh hampir seluruh negara di dunia. Jika persoalan ini tidak diatasi dengan segera, maka Indonesia dan juga negara lainnya dapat mengalami krisis lingkungan yang juga disertai dengan masalah geopolitik.
Demikian disampaikan Deputi Komisioner Sekretariat Dewan Komisioner dan Logistik OJK, Imansyah dalam webinar OJK Institute, Kamis, 19 Oktober 2023. “Apalagi, dengan adanya peristiwa di Timur Tengah akan mempengaruhi perekonomian kedepannya. Jadi penting bagi kita melakukan mitigasi risiko perubahan iklim,” ujarnya.
Baca juga: Perubahan Iklim Makin Memburuk, Ini Industri yang Paling Terdampak
Dia melanjutkan, Indonesia berkomitmen untuk mengurangi emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sebesar 31,89% dengan usaha sendiri dan sebesar 43,2% dengan bantuan partisipasi internasional pada 2030. “Pemerintah Indonesia saat ini sedang menyiapkan UU terkait energi baru terbarukan (EBT),” kata Imansyah.
Regulasi ini diharapkan dapat menciptakan iklim pengembangan EBT yang berkelanjutan dan adil sehingga manfaatnya bisa dirasakan oleh semua kalangan masyarakat.
Selain itu, lanjut Imansyah, OJK turut mendukung rencana pemerintah menutup Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) industri. Hal ini lantaran PLTU berkontribusi dalam menyebabkan polusi udara di kawasan Jabodetabek.
“Saat ini PLTU batu bara masih dioperasikan dan kedepannya harus dilakukan penutupan lebih dini. Meskipun jika dilakukan penutupan, akan ada beberapa biaya yang harus dikeluarkan,” jelasnya.
Baca juga: Indonesia Butuh Dana Rp4,299 Triliun Untuk Atasi Perubahan Iklim, Duitnya dari Mana?
Terakhir, dia menegaskan, OJK akan terus mendukung implementasi Environmental, Social, and Governance (ESG) di sektor jasa keuangan. “ESG bukan hanya seputar lingkungan hidup saja, tapi juga harus mencakup tata kelola yang baik,” ucapnya. (*) Alfi Salima Puteri