Jakarta – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melalui OJK Institute memaparkan hasil penilitian yang terkait dengan dampak peningkatan maupun penurunan suku bunga terhadap pasar modal Indonesia.
Riset tersebut dilakukan berdasarkan 31 kejadian peningkatan atau penurunan suku bunga acuan selama periode 2013-2021, dengan sembilan kali suku bunga naik 25 bps, tiga kali suku bunga naik 50 bps, dan 19 kali suku bunga menurun 25 bps.
Peneliti Eksekutif Senior Kelompok Spesialis Riset Widyaiswara OJK Institute, Bayu Bandono, menuturkan bahwa, dengan adanya kenaikan suku bunga sebanyak 25 bps telah menimbulkan abnormal return saham yang bergerak negatif -0,0006 pada enam hari setelah adanya pengumuman peningkatan suku bunga atau T+6. Hal itu terjadi hampir di seluruh sektor saham.
Baca juga: MAMI: Pasar Bereaksi Positif Terhadap Hasil Pilpres 2024
“Sedangkan kenaikan suku bunga sebesar 50 bps menyebabkan abnormal return saham menjadi negatif sebesar -0,013 pada T+2,” ucap Bayu dalam Idea Talks Volume 5 secara virtual di Jakarta, 26 Maret 2024.
Sementara, sektor yang terpengaruh negatif paling dalam pada saat peningkatan suku bunga tersebut adalah sektor bahan baku dan industrial yang mengalami abnormal return saham negatif masing-masing sebesar -0,008 dan -0,012 pada T+5.
Lebih lanjut, Bayu menjelaskan, ketika suku bunga mengalami penurunan sebanyak 25 bps, memicu abnormal return saham bergerak positif sebesar 0,001 pada T+4, dengan sektor agriculture dan sektor energi menguat signifikan masing-masing sebesar 0,007 dan 0,005 pada T+7.
Baca juga: BEI Rilis Spesifikasi Single Stock Futures, Begini Rincian Ketentuannya
Berdasarkan hal itu, OJK selaku regulator akan terus memperhatikan kenaikan atau penurunan suku bunga acuan, terhadap dampak-dampak yang akan timbul ke pasar modal Indonesia.
“Secara umum pasar modal Indonesia sangat baik dalam menghadapi tekanan suku bunga acuan, hal ini terlihat dari tidak ditemukannya pengaruh negatif signifikan terhadap return secara kumulatif saham dalam lima hari setelah kenaikan atau penurunan suku bunga,” imbuhnya. (*)
Editor: Galih Pratama