Jakarta – Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) terus berkomitmen dalam mendorong produk ekspor di kancah global. Hal ini dilakukan guna memenuhi kebutuhan barang dan jasa di Tanah Air lantaran adanya perbedaan iklim hingga perbedaan penguasaan kemampuan teknologi, serta pengetahuan.
“Tentunya juga ada keinginan untuk memperoleh keuntungan bagi pelaku ekspor dengan memperluas penjualannya di pasar luar negeri. Dan untuk negara sendiri akan menghasilkan devisa,” kata Senior Economist LPEI Donda Sarah dalam acara LPEI-Infobank Goes to Campus bertajuk “Mendorong Genz Z Menjadi Entrepreneur Go Global dan Melek Keuangan”, di Auditorium IV, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia (FIB UI), Depok, Jawa Barat, Kamis (5/9).
Berdasarkan data LPEI, ekspor Indonesia masih terkonsentrasi di 19 negara dengan rata-rata Total Pangsa Ekspor sebesar 84,4 persen. Di mana, dua negara terbesar tujuan ekspor, yakni Tiongkok dan Amerika Serikat.
Tiongkok sendiri menempati urutan pertama sebesar 15,38 persen, disusul Amerika Serikat sebesar 10,78 persen.
Baca juga: Menilik Peran APBN dalam Melindungi Rakyat dan Topang Ekonomi RI
“Kebayang tidak, kalau salah satu negara saja mengalami gangguan seperti itu, otomatis itu akan berpengaruh ke ekspor kita. Ibaratnya permintaan di sana akan terganggu,” jelasnya.
Diakuinya, masih terkonsentrasi ekspor Indonesia di beberapa negara lantaran dipengaruhi pelbagai faktor risiko, seperti mahalnya biaya pengiriman barang.
Negara-negara di Amerika Latin, Afrika, Timur Tengah dan Asia Selatan menjadi negara dengan risiko yang tinggi atau jarak yang cukup jauh sehingga eksportir perlu didukung dengan skema yang membuat mereka percaya diri.
LPEI Tingkatkan Ekspor
Donda mengatakan, LPEI sebagai Special Mission Vehicle (SMV) Kementerian Keuangan Republik Indonesia mendukung peningkatan ekspor melalui nama besar Pembiayan Ekspor Nasional (PEN).
“Tapi bentuknya ada 4, yakni LPEI memberikan pembiayaan, penjaminan, asuransi hingga jasa konsultasi kepada korporasi, UKM maupun koperasi,” jelasnya.
Untuk pembiayaan sendiri, berbentuk Kredit Modal Kerja Ekspor (KMKE). Ini menjadi solusi kebutuhan modal kerja yang disesuaikan dengan cash-to-cash cycle. Di mana, menjadi solusi likuiditas nasabah yang dapat ditarik sewaktu-waktu atau dengan underlying transaksi tertentu.
Ada juga Kredit Investasi Ekspor (KIE). Ini menjadi solusi likuiditas untuk proyek/investasi yang pengembaliannya disesuaikan dengan cash flow nasabah atau untuk aset yang sudah dimiliki talangan pembayaran bunga selama masa pembangunan.
Lalu, dari fungsi penjaminan, LPEI memberikan jaminan usaha nasabah dalam bentuk jaminan pengembalian kewajiban kredit, jaminan untuk mendapatkan atau melaksanakan proyek hingga kelancaran ekspor dari supply barang impor.
Kemudian untuk asuransi, LPEI memiliki Trade Credit Insurance, di mana eksportir mendapatkan perlindungan dari risiko gagal bayar oleh pembeli di luar negeri karena alasan politik atau komersial.
Baca juga: Dongkrak Pertumbuhan Ekspor Jakarta, LPEI Lakukan Hal Ini
“Juga Marine Cargo Insurance bagi eksportir agar mendapatkan perlindungan dari risiko kerusakan barang ekspor selama diangkut melalui laut, udara, dan darat,” jelasnya.
Terakhir fungsi jasa konsultasi dalam mengembangkan kemampuan UKM untuk melakukan kegiatan ekspor, termasuk pengetahuan, akses pasar, business matching, dan handholding.
Dalam mendukung peningkatan ekspor, pihaknya juga bekerja sama dengan kementerian/lembaga, perbankan hingga lembaga keuangan lainnya.
“Karena kadang-kadang kalau nilai ekspornya besar sekali, biasanya kita melakukan pembiayaan yang bersifat sindikasi,” pungkasnya. (*)