Begini Instrumen dan Mekanisme Perdagangan Karbon di Indonesia

Begini Instrumen dan Mekanisme Perdagangan Karbon di Indonesia

Jakarta – Dalam roadmap perdagangan karbon di Indonesia yang telah dilakukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), bahwa pada tahun 2024 akan dilakukan pengimplementasian penuh untuk Nilai Ekonomi Karbon (NEK). Hal-hal yang harus diperhatikan dalam perdagangan karbon tersebut diantaranya terkait instrument dan mekanisme.

Dalam instrumen perdagangan karbon diantaranya adalah persetujuan teknis emisi/perdagangan emisi/Emission Trading System-ETS yang didasarkan pada baseline sector dan batas atas (cap) emisi yang ditetapkan oleh kementerian teknis, kemudian selanjutnya akan diberikan kepada pelaku usaha oleh KLHK, lalu pelaku usaha yang memiliki emisi CO2 di bawah cap dapat menjual surplus emisinya kepada pihak lain.

Kemudian sertifikat pengurangan emisi/offset emisi Gas Rumah Kaca (GRK), juga menjadi instrument perdagangan karbon untuk usaha ataupun kegiatan yang tidak memiliki batas atas emisi. Sertifikat pengurangan emisi terkadang dipandang sebagai beban, tetapi sebenarnya memiliki nilai positif bagi perusahaan-perusahaan yang tidak termasuk dalam sektor utama proyek penurunan emisi dan bisa mendapatkan manfaat ekonomi dengan cara melakukan aktivitas yang dapat mengurangi emisi karbon.

Untuk melakukan perdagangan karbon terdapat mekanisme yang harus dilakukan, seperti dalam mekanisme bursa karbon harus dilakukan pengembangan infrastruktur perdagangan yang dilakukan oleh KLHK dan lembaga terkait. Kemudian untuk perdagangan langsung dilakukan antar pelaku usaha yang membutuhkan sertifikat Persetujuan Teknis Emisi (PTE) atau Sertifikat Pengurangan Emisi (SPE).

Dalam pelaksanaanya sesuai dengan Perpres 98/2021 tidak mengatur secara tegas pihak yang akan melaksanakan fungsi sebagai bursa karbon. Namun, OJK akan turut serta dalam pembahasan regulasi mengenai pihak yang akan menjadi pelaksana bursa karbon.

“OJK dan SRO siap bersinergi dalam upaya pencapaian target NDC Indonesia 2030, serta Net Zero Emission di 2060.” ucap Kepala Departemen Pengawasan Pasar Modal 1A OJK, Luthfi Zain Fuady dalam Webinar Nasional bersama ISEI di Jakarta, 20 Juni 2022.

Jika perdagangan bursa karbon akan dilaksanakan di lingkungan pasar modal yang menjadi isu utama pelaksanaannya adalah harmonisasi antara regulasi KLHK dengan regulasi pasar modal dan infrastruktur perdagangan. OJK dalam hal ini sedang menyiapkan regulasi pendukung pelaksana perdagangan karbon melalui bursa karbon (RPOJK). (*) Khoirifa

Related Posts

News Update

Top News