Jakarta – PT Barito Pacific Tbk. (BRPT) mencatatkan pendapatan bersih konsolidasi sebesar USD2,37 juta di kuartal III-2022 atau tumbuh sekitar 2,8% bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya diperiode yang sama yang sebesar USD2,31 juta.
Presiden Direktur Agus Pangestu mengatakan, pendapatan bersih perseroan terutama didukung oleh bisnis petrokimia yang meningkat sebesar 3,5% dari USD1,87 juta di kuartal III-2022 menjadi sebesar USD1,94 juta pada kuartal III-2022.
“Ini mencerminkan harga jual rata-rata yang lebih tinggi sekitar 12,8% di semua produk, yang mengkompensasi volume penjualan yang sebesar 1,568 KT dibandingkan dengan 1,651 KT pada tahun sebelumnya,” ujar Agus dikutip 5 November 2022.
Selain itu, pendapatan perseroan juga bersumber dari pendapatan Star Energy Geothermal yang meningkat 6,8% menjadi USD424 juta pada kuartal III-2022 dibandingkan dengan periode yang sama pada kuartal III-2021 terutama karena kenaikan penjualan listrik dan uap.
Sementara itu, beban pokok pendapatan konsolidasi meningkat sebesar 22% menjadi US$2,04 juta pada kuartal III-2022 karena harga minyak yang terus tinggi
Peningkatan biaya pendapatan konsolidasi sebagian besar didorong oleh harga naphta yang meningkat mencapai US$851/T pada kuartal III-2022 dibanding US$619/T pada kuartal III-2021. Pergerakan harga naphtha terjadi saeiring dengan kenaikan harga minyak mentah Brent sebesar 51% pada kuartal III-2022 menjadi US$102/bbl dari rata-rata US$68/bbl pada 9M-2021.
Menurutnya, perusahaan juga berhasil menjaga neraca keuangan, dengan debt to capital sebesar 44% dan net debt to equity sebesar 0.42x pada kuartal III-2022.
“Bisnis petrokimia kami, Chandra Asri mempertahankan kebijakan keuangan yang hati-hati dengan likuiditas yang kuat dan terus menerima dukungan dari pasar modal atas keberhasilan penyelesaian penerbitan obligasi senilai Rp2 triliun baru-baru ini, serta stock split yang sukses 1:4 untuk meningkatkan likuiditas saham,” tambahnya.
Meski demikian, lanjut dia, ketidakpastian global yang masih terus berlanjut, perseroan mencatatkan laba bersih konsolidasi setelah pajak sebesar USD39 juta di kuartal III-2022 atau menurun bila dibandingkan dengan pencapaian laba bersih di kuartal III-2021 yang sebesar USD272.
“Berlanjutnya ketidakstabilan geopolitik dan kebijakan Covid yang ketat di China menjadi faktor utama yang mempengaruhi kinerja kami di sembilan bulan pertama 2022. Tekanan pada margin petrokimia terjadi dikarenakan meningkatnya harga bahan baku yang tidak diikuti dengan kenaikan sebanding harga produk petrokimia,” ungkapnya.
Adanya ketidakpastian dari pelaksanaan pengetatan Covid-19 di China yang terus berlanjut, spread harga penjualan dan bahan baku petrokimia Chandra Asri terkontraksi, mengakibatkan penurunan EBITDA konsolidasi di kuartal III-2022
menjadi USD360 juta dari USD639 juta pada kuartal III-2021. Margin EBITDA pun turun menjadi 15,18% dibanding 27,62% pada kuartal III tahun lalu.
“Hal ini bukan berarti belum pernah terjadi sebelumnya, dimana kami telah bertahan dengan baik melewati volatilitas yang tinggi pada sektor petrokimia, dan saat ini memiliki ketahanan konsolidasi pilar yang jauh lebih kuat seiring dengan kinerja yang stabil pada segmen energi,” tuturnya.
Meski begitu, per 31 Juni 2022, total aset perusahaan mencapai USD9,36 juta dibandingkan dengan USD9,24 juta untuk FY-2021, sedikit lebih tinggi dengan posisi kas sebesar USD1,60 juta, sebagian besar berasal dari keberhasilan rights issue di anak perusahaan yakni Chandra Asri.
“Total Liabilitas kami juga mencapai USD4,916 juta per 31 Oktober 2022 dibandingkan dengan USD4,971 juta per 31 Desember 2021. Kami terus menjaga neraca keuangan yang kuat dengan rasio utang terhadap modal sebesar 44% dan rasio hutang bersih terhadap ekuitas sebesar 0.42x,” tutup Agus. (*)