Jakarta – Seorang pejabat senior Belarus mengungkapkan, negara-negara blok barat tidak memberikan Belarus pilihan selain mengerahkan senjata nuklir taktis Rusia dan sebaiknya justru berhati-hati agar tidak melewati batas pada isu-isu strategis penting.
Sekretaris Negara Dewan Keamanan Belarus Alexander Volfovich menyatakan, penarikan senjata setelah kejatuhan Uni Soviet pada tahun 1991 merupakan hal masuk akal, lantaran saat itu Amerika Serikat memberikan jaminan keamanan dan tidak menjatuhkan sanksi.
“Kini, semuanya sudah runtuh. Semua janji yang dibuat sudah hilang selamanya,” kata Volfovich, seperti dikutip VOA Indonesia, Selasa (30/5/2023).
Belarus sendiri yang dipimpin Presiden Alexander Lukashenko sejak 1994, merupakan sekutu Rusia paling setia di antara negara-negara bekas Soviet.
Di mana, negara itu mengizinkan wilayahnya digunakan untuk melancarkan invasi Kremlin ke Ukraina pada Februari 2022.
Minggu lalu, Rusia memutuskan untuk mengerahkan senjata nuklir taktisnya di wilayah Belarus demi memperoleh keuntungan tertentu di medan perang.
Rusia mengatakan, operasi militernya khususnya di Ukraina ditujukan untuk melawan apa yang disebutnya sebagai dorongan kolektif Barat untuk mengobarkan perang proksi dan mengalahkan Moskow.
“Pengerahan senjata nuklir di wilayah Belarus merupakan salah satu langkah pencegahan strategis. Jika para politisi Barat paham, mereka tentu tidak akan melewati batas,” kata Volfovich.
Ia mengatakan, setiap upaya untuk menggunakan senjata nuklir taktis akan menimbulkan konsekuensi yang tidak dapat diubah.
Sementara itu, Amerika Serikat mengecam kemungkinan pengerahan senjata nuklir di Belarus. Sanksi-sanksi Barat telah dijatuhkan kepada Belarus jauh sebelum invasi.(*)
Editor: Galih Pratama