“Itu nanti kita lihat (dampaknya), maksud daripada GWM itu memberi kelonggaran likuiditas. Karena situasinya sekarang untuk mendorong kredit kita perlu likuiditas, karena dengan pelonggaran itu kalau ada likuiditas enggak terpakai itu bisa dipakai untuk lending,” ucapnya.
Adapun per 1 Juli 2017 kemarin, GWM Primer yang dipenuhi secara rata-rata adalah sebesar 1,5 persen dari rata-rata DPK Rupiah selama Calculation Period (CP) atau sekitar 20 persen dari total rasio GWM Primer yang sebesar 6,5 persen (partial averaging).
Baca juga: BI Harap GWM Averaging Turunkan Suku Bunga Bank
Selain BRI, dampak positif GWM averaging akan dirasakan bank besar lainnya. Hal ini sebagaimana diamini oleh Presiden Direkur PT Bank Central Asia Tbk atau BCA, Jahja Setiaatmadja yang mendukung aturan GWM averaging.
“Itu (GWM averaging) bagus. Itu membantu perbankan untuk lebih mudah dalam mengelola likuiditasnya. Kami di BCA pastinya akan memanfaatkan itu, kita akan pakai sesuai dengan aturan GWM averaging yang baru,” tukas Jahja. (Bersambung ke halaman berikutnya)