Kepala Departemen Riset Ekonomi Makro dan Pasar Keuangan Bank Mandiri, Dian Ayu Yustina
Jakarta – Bank Mandiri memproyeksikan pertumbuhan kredit hingga akhir 2025 hanya akan mencapai 8,75 persen. Per Juli 2025, kredit perbankan tercatat tumbuh 7,03 persen, melambat dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 7,77 persen.
Kepala Departemen Riset Ekonomi Makro dan Pasar Keuangan Bank Mandiri, Dian Ayu Yustina mengatakan, berdasarkan segmen, kredit yang masih tumbuh tinggi berada di segmen korporasi. Sementara segmen UMKM mengalami perlambatan, begitupun dengan kredit konsumsi.
“Nah sejalan dengan hal ini, tingkat aset quality secara umum rasio NPL masih cukup baik di 2,3 persen. Tapi memang kalau kita break down ini terlihat ada peningkatan di rasio NPL terutama di segmen UMKM dan segmen retail,” kata Dian dalam Mandiri Economic Outlook Kuartal III 2025, Kamis, 28 Agustus 2025.
Baca juga: Bank Mandiri Ungkap Dua Faktor Kunci Pendorong Ekonomi RI, Apa Saja?
Seiring dengan kredit, pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) tumbuh 6,7 persen pada Juli 2025 menjadi Rp8.972 triliun, lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan pada bulan sebelumnya yang sebesar 6,5 persen.
Dian pun membeberkan tantangan pertumbuhan kredit dan DPK ke depan di antaranya, kondisi likuiditas membaik, namun masih terkendala oleh terbatasnya capital inflow atau aliran investasi asing dan surplus perdagangan karena tarif Trump, serta masih lambatnya realisasi belanja pemerintah.
Kemudian, terbatasnya pertumbuhan DPK disebabkan oleh penurunan pendapatan masyarakat di segmen menengah ke bawah, dan masyarakat yang lebih memilih penempatan dananya di instrumen lain seperti, emas, kripto, obligasi ritel, dan saham.
Baca juga: Tim Ekonom Bank Mandiri: Perekonomian Indonesia 2025 Mampu Tumbuh 5%, Butuh Kebijakan Countercyclical Hadapi Tekanan Eksternal
Lebih lanjut, target pertumbuhan kredit tetap tinggi menyebabkan persaingan yang semakin ketat bagi perbankan untuk memperoleh pendanaan, sehingga transmisi kebijakan moneter jadi terhambat.
Pertumbuah konsumsi dan beberapa sektor stagnan atau melambat juga menjadi faktor, utamanya perlambatan pada konsumsi atau kredit ritel, yang pada akhirnya akan turut berdampak pada kredit korporasi. Serta, perbankan memilih sikap hati-hati atau waspada terhadap potensi kenaikan NPL, khususnya pada segmen ritel dan UMKM. (*)
Editor: Yulian Saputra
Poin Penting Hashim Djojohadikusumo meraih penghargaan “Inspirational Figure in Environmental and Social Sustainability” berkat perannya… Read More
Poin Penting Mirae Asset merekomendasikan BBCA dan BMRI untuk 2026 karena kualitas aset, EPS yang… Read More
Poin Penting Indonesia menegaskan komitmen memimpin upaya global melawan perubahan iklim, seiring semakin destruktifnya dampak… Read More
Poin Penting OJK menerbitkan POJK 29/2025 untuk menyederhanakan perizinan pergadaian kabupaten/kota, meningkatkan kemudahan berusaha, dan… Read More
Poin Penting Sebanyak 40 perusahaan dan 10 tokoh menerima penghargaan Investing on Climate 2025 atas… Read More
Poin Penting IHSG ditutup melemah 0,09% ke level 8.632 pada 5 Desember 2025, meski beberapa… Read More