Jakarta – Fungsi intermediasi Bank Pembangunan Daerah (Bank Jambi) tetap solid sampai dengan triwulan III 2024. Hanya saja, di sisi profitabilitas tampak mengalami tekanan tercermin dari laba yang susut signifikan.
Berdasarkan laporan keuangan publikasi Bank Jambi per September 2024 yang dirilis Selasa, 12 November 2024, bank yang dipimpin Khairul Suhairi sebagai direktur utama ini mengalami penurunan laba bersih 10,62 persen secara tahunan (yoy) di September 2024 atau dari Rp294,01 miliar di September 2023 menjadi Rp262,79 miliar.
Penurunan laba bersih ini terjadi di tengah kenaikan pendapatan bunga sebesar 7,27 persen menjadi Rp1,29 triliun. Hanya saja, kenaikan pendapatan bunga ini tak mampu mengimbangi kenaikan beban bunga yang sebesar 21,17 persen menjadi Rp737,13 miliar. Kenaikan beban bunga yang signifikan ini berkontribusi pada turunnya pendapatan bunga bersih sebesar 6,89 persen menjadi Rp555,99 miliar.
Adapun untuk beban operasional, Bank Jambi berhasil lebih efisien dengan menekan beban operasional lainnya sehingga turun 2,70 persen menjadi Rp217,59 miliar.
Baca juga: Bank BPD DIY Raih Laba Rp237,74 Miliar di September 2024, Kredit Tumbuh di Atas Industri
Meski demikian, di tengah penurunan laba bersih, aset Bank Jambi justru menunjukkan pertumbuhan positif. Aset bank ini tumbuh 1,29 persen menjadi Rp12,59 triliun di September 2024 dari Rp12,43 triliun di September 2023.
Sementara, DPK Bank Jambi naik 10,71 persen menjadi Rp9,85 triliun. Kenaikan DPK didorong oleh peningkatan deposito sebesar 32,00 persen, dari Rp4,12 triliun menjadi Rp5,44 triliun.
Tapi, dana murah (CASA) yang terdiri dari giro dan tabungan mengalami penurunan. Giro terkontraksi 24,11 persen menjadi Rp2,32 triliun, sementara tabungan naik 21,53 persen menjadi Rp2,09 triliun. Secara keseluruhan, dana murah bank ini turun 7,64 persen menjadi Rp4,42 triliun, mengakibatkan rasio CASA terhadap DPK susut dari 53,73 persen menjadi 44,83 persen.
Dari sisi penyaluran kredit, Bank Jambi mencatatkan pertumbuhan moderat. Total kredit yang disalurkan meningkat 3,92 persen menjadi Rp9,69 triliun. Dirinci lebih jauh, kredit konvensional naik 3,57 persen menjadi Rp8,76 triliun, sementara pembiayaan syariah tumbuh lebih tinggi, yakni 7,39 persen menjadi Rp923,76 miliar.
Pertumbuhan kredit Bank Jambi diikuti dengan naiknya non performing loan (NPL). NPL gross meningkat dari 1,85 persen menjadi 2,05 persen. Sementara NPL net naik dari 0,42 persen menjadi 0,74 persen. Pun begitu, secara umum, kualitas kredit Bank Jambi tetap dapat dikatakan sangat baik karena jauh di bawah threshold 5 persen.
Kinerja keuangan Bank Jambi juga didukung oleh kenaikan modal inti sebesar 10,20 persen, menjadi Rp2,52 triliun. Kenaikan modal inti ini berdampak positif pada rasio kecukupan modal (CAR), yang meningkat dari 37,43 persen menjadi 40,5 persen. Rasio CAR yang tinggi menunjukkan posisi permodalan yang kuat, sehingga bank ini memiliki kapasitas lebih besar dalam menyerap risiko dan mendukung ekspansi ke depannya.
Namun, meskipun posisi permodalan Bank Jambi kuat, beberapa rasio profitabilitas menunjukkan penurunan. Return on assets (ROA) turun dari 3,93 persen menjadi 3,49 persen, sementara return on equity (ROE) turun dari 17,67 persen menjadi 14,79 persen. Penurunan kedua rasio ini mengindikasikan bahwa Bank Jambi perlu meningkatkan efisiensi dalam mengelola aset dan modalnya untuk mencapai tingkat laba yang optimal.
Selain itu, rasio beban operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO) juga meningkat dari 60,56 persen menjadi 65,87 persen. Meski demikian, rasio BOPO Bank Jambi masih terbilang sangat efisien karena jauh di bawah batas ideal 85 persen.
Baca juga: Bank Riau Kepri Syariah Raup Laba Rp210,90 M di Triwulan III 2024, Tumbuh 15,77 Persen
Lebih jauh, rasio net interest margin (NIM) yang mencerminkan selisih antara pendapatan bunga dan beban bunga terhadap aset produktif bank, mengalami penurunan dari 6,36 persen menjadi 5,90 persen. Penurunan ini menunjukkan bahwa Bank Jambi menghadapi tantangan dalam mempertahankan margin keuntungan dari aktivitas penyaluran kredit, terutama dengan adanya kenaikan beban bunga yang cukup tinggi.
Sementara, loan to deposit ratio (LDR) Bank Jambi meningkat dari 104,72 persen menjadi 106,57 persen. Kenaikan LDR ini menunjukkan Bank Jambi tetap aktif dalam penyaluran kredit. Hanya saja, Bank Jambi perlu memperhatikan keseimbangan antara pertumbuhan kredit dan ketersediaan likuiditas, khususnya di tengah penurunan dana murah yang dapat menambah tekanan pada biaya dana (cost of fund). (*) Ari Nugroho