Bank Dunia Ramal Ekonomi RI di 2020 Masih Minus 2,0%

Bank Dunia Ramal Ekonomi RI di 2020 Masih Minus 2,0%

Jakarta – Bank Dunia memproyeksikan ekonomi Indonesia sepanjang tahun 2020 masih akan terkontraksi pada kisaran -1,6 persen, dengan skenario terburuk turun hingga -2,0 persen akibat pandemi Covid-19. Angka tersebut tercatat terkoreksi lebih rendah dimana Bank Dunia sebelumnya telah memperkirakan ekonomi Indonesia  akan mengalami pertumbuhan 0 persen pada tahun ini.

Vice President for East Asia and the Pacific at the World Bank Victoria Kwakwa menjelaskan, pada 2021 mendatang pertumbuhan ekonomi Indonesia diproyeksikan masih akan lebih optimis, yaitu pada kisaran 4,4 persen, dengan batas bawah 3,0 persen. Dalam laporan Bank Dunia tersebut, pihaknya juga memproyeksikan ekonomi di kawasan Asia Timur dan Pasifik masih tumbuh positif pada kisaran 0,9 persen pada 2020.

Victoria menegaskan, bahwa beberapa negara masih mengalami kesulitan untuk memperluas program perlindungan sosialnya yang terbatas, di mana sebelumnya masyarakat hanya membelanjakan kurang dari 1 persen PDB-nya, sehingga berlanjutnya pandemi dapat menyebabkan tekanan terhadap basis pendapatan pemerintah.

“COVID-19 tidak hanya menyebabkan pukulan terparah bagi masyarakat miskin, tapi juga mengakibatkan munculnya ‘masyarakat miskin baru’. Kawasan ini dihadapkan kepada serangkaian tantangan yang belum pernah dihadapi sebelumnya, dan pemerintah menghadapi piihan yang sulit,” jelas Victoria melalui keterangan resminya di Jakarta, Selasa 29 September 2020.

Dirinya menambahkan, selama keberadaan Covid-19, pemerintah di negara-negara di kawasan Asia Timur dan Pasifik telah, secara rata-rata, mengalokasikan hampir 5 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) mereka untuk memperkuat sistem kesehatan masyarakat, mendukung rumah tangga, dan membantu perusahaan terhindar dari kepailitan.

Pada saat yang sama, menurutnya kisis pada masa pandemi ini cenderung menghambat bisnis di sektor perdagangan, termasuk regionalisasi di kawasan Asia Timur dan Pasifik, hal tersebut terjadi akibat relokasi beberapa rantai nilai global (global value chains) dari China. Meski begitu pertumbuhan diperkirakan akan lebih cepat pada layanan yang diterapkan secara digital. (*)

Editor: Rezkiana Np

Related Posts

News Update

Top News