Moneter dan Fiskal

Bank Dunia: Kenaikan Suku Bunga Global Akan Picu Resesi di 2023

Jakarta – Bank Dunia memperkirakan kenaikan tingkat suku bunga yang hampir merata di seluruh dunia dapat membahayakan ekonomi global. Bahkan, krisis finansial global seperti yang terjadi di tahun 2008 dapat terulang akibat peningkatan tingkat suku bunga tersebut.

Kenaikan tingkat suku bunga untuk menekan inflasi akan membuat akses pinjaman semakin mahal. Hal ini juga akan memperlambat pertumbuhan ekonomi.

Peringatan dari Bank Dunia muncul setelah pertemuan kebijakan moneter antara Bank Sentral AS, Federal Reserve (The Fed) dan Bank Sentral UK, Bank of England, menetapkan rencana untuk meningkatkan tingkat suku bunga minggu depan.

Pada (15/9), Bank Dunia menyatakan, ekonomi dunia sedang berada pada puncak perlambatan sejak 1970. Lebih lanjut, Bank Dunia menyebut bahwa sebuah laporan mencatat, perekonomian tiga poros kekuatan ekonomi dunia yakni Amerika Serikat, Tiongkok, dan wilayah Eropa, telah melambat sangat tajam akhir-akhir ini.

“Di bawah kondisi tersebut, sebuah hantaman yang moderat sekalipun terhadap ekonomi global di tahun depan bisa membalikkan kondisi ke resesi,” tutur laporan Bank Dunia, seperti dikutip dari BBC, 17 September 2022.

Bank Dunia kemudian menyarankan bank-bank sentral di seluruh dunia untuk saling mengkoordinasikan kebijakan dalam rangka mengurangi pengetatan moneter.

Inflasi sendiri telah mencapai posisi tertingginya sejak 40 tahun terakhir di Amerika Serikat dan Inggris Raya. Ini dipicu oleh peningkatan permintaan sejalan dengan pelonggaran pembatasan sosial dan perang Rusia – Ukraina yang melambungkan harga energi, bahan bakar, dan harga-harga makanan.

Sebagai respon, bank-bank dunia lalu meningkatkan tingkat suku bunga untuk memadamkan lonjakan permintaan dari rumah tangga dan sektor usaha. Kenaikan tingkat suku bunga yang besar meningkatkan risiko resesi karena itu dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi.

Sebagai informasi, bank-bank sentral memiliki riwayat saling berkoordinasi dalam mendukung stabilitas ekonomi global. Pada 2008 ketika krisis finansial global menerpa, the Fed bersama Bank Sentral Eropa, Bank Sentral Kanada, Bank Sentral Swedia, dan Bank Sentral Swiss, secara bersama-sama menurunkan tingkat suku bunga mereka.

Mereka semua menyatakan bahwa intensifikasi dari krisis finansial telah memperbesar risiko ekonomi. Dan itu memperkecil peluang untuk terjadinya stabilitas harga. (*) Steven Widjaja

Rezkiana Nisaputra

Recent Posts

CIMB Niaga Finance Bagikan Dividen Rp232,17 Miliar, Setara 50 Persen dari Laba 2024

Jakarta – Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) PT CIMB Niaga Auto Finance (CNAF) yang… Read More

3 hours ago

RMKE Bidik Volume Jasa 11,2 Juta Ton di 2025, Begini Strateginya

Jakarta - PT RMK Energy Tbk (RMKE) telah berhasil memuat 191 kapal dengan total muatan… Read More

3 hours ago

RUPST Maybank Angkat Kembali Dato’ Khairussaleh Ramli Jadi Presiden Komisaris

Jakarta – Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) PT Bank Maybank Indonesia Tbk. (Perseroan) tahun… Read More

18 hours ago

Perkuat Layanan Digital, CIMB Niaga Hadirkan Digital Branch Batam-Nagoya

Jakarta - PT Bank CIMB Niaga Tbk (CIMB Niaga) terus menghadirkan inovasi layanan perbankan digital… Read More

18 hours ago

Warga RI Makin Doyan Ngutang di Paylater, Ini Buktinya

Jakarta – Skema pembiayaan beli sekarang bayar nanti (buy now pay later/BNPL) terus menunjukkan ekspansi… Read More

19 hours ago

Dukung Palestina, Pemerintah Siap Evakuasi Kemanusiaan Tanpa Relokasi Permanen

Jakarta - Pemerintah Indonesia tengah mengintensifkan upaya diplomatik dan kemanusiaan di kawasan Timur Tengah, khususnya… Read More

19 hours ago