Jakarta — Memasuki era kenormalan baru seperti saat ini membuat semua orang perlu “putar otak” agar dapat tetap beradaptasi dan bertahan hidup. Alur hidup ini juga yang menuntut para pelaku bisnis di industri, termasuk industri perbankan untuk menyesuaikan (adjustment) dengan kondisi yang ada.
Salah satu instrumen yang dapat diambil untuk melakukan adjustment tersebut adalah melalui bisnis model.
“Yang paling penting di sini adalah bisnis model dari challenger bank. Kalau hanya mengandalkan payment, yakin tidak akan hidup,” ujar Direktur Utama PT Bank Central Asia Tbk (BCA) Jahja Setiaatmadja, pada Webinar dan E-Awarding Infobank Awards 2020 dengan tema: Traditional Banks vs Challenger Banks in The Era of New Normal, Selasa, 29 September 2020.
Namun demikian, menurutnya, industri perbankan harus tetap melakukan ekspansi kredit beriringan dengan proses digitalisasi. “Tetapi harus ada other things yang bisa menghasilkan income. Ya mau tidak mau harus masuk ke perkreditan,” timpalnya.
Hal demikian bukannya tanpa rintangan. Dirinya menjelaskan hal-hal yang perlu diantisipasi, seperti data base yang cukup sebagai landasannya.
“Namun pertanyaannya kan kredit yang seperti apa. Apakah data base kita cukup. Apakah dari sosial media saja, data yang kita ambil itu bisa merefleksikan calon debitur kita. Berapa besar yang akan kita berikan. Dan tentunya bunganya juga tidak boleh seperti bunga lintah darat yang mencekik leher ya. Nah, dilema inilah yang memang berat dan susah sekali untuk mengembangkan digital bank,” tambahnya lagi.
Namun, ia menyatakan bahwa digitalisasi itu harus terus dilakukan karena generasi milenial ini memiliki kebutuhan yang unik dan berbeda dari generasi yang lebih senior. (*) Steven Widjaja
Editor: Paulus Yoga