Rating 118 Bank: “Bank Asing Kurang Terbuka”

Rating 118 Bank: “Bank Asing Kurang Terbuka”

Keterbukaan bank dalam memberikan informasi kepada publik patut menjadi isu penting dalam revisi undang-undang perbankan. Paulus Yoga

Jakarta–Dalam kajian tahunan Biro Riset InfoBank yang tertuang dalam “Rating 118 Bank versi InfoBank 2015”,  terdapat 65 bank berpredikat Sangat Bagus, 25 bank berpredikat Bagus, 9 bank berpredikat Cukup Bagus dan 2 bank berpredikat Tidak Bagus. Namun, ada 17 bank yang tidak di-rating dan 16 bank diantaranya tidak bersedia mengemukakan profil manajemen risikonya.

Dari 16 bank tersebut, 14 diantaranya adalah bank-bank asing termasuk tiga bank patungan dan tiga bank umum nasional yang sahamnya dimiliki pihak asing. Ke-16 bank tersebut adalah Citibank, Standard Chartered Bank, HSBC, Deutsche Bank, Bank of America, Bank of China, Royal Bank of Scotland, The Bank of Tokyo-Mitsubishi UFJ, Bank Commonwealth, Bank BNP Paribas Indonesia, Bank QNB Indonesia, Bank CNB, Bank Permata, Bank UOB Indonesia, Bank Sumut, dan Bank Antardaerah.

Kajian rating yang dilakukan Biro Riset Infobank didasarkan pada  tujuh kriteria: (1) Profil Risiko; (2) Good Corporate Governance (GCG); (3) Permodalan, yaitu capital adequacy ratio (CAR) dan pertumbuhan modal inti; (4) Kualitas Aset, yaitu NPL dan pertumbuhan kredit yang diberikan; (5) Rentabilitas, yaitu return on assets (ROA), return on equity (ROE), dan pertumbuhan laba tahun berjalan; (6) Likuiditas, yaitu loan to deposit ratio (LDR), pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK), dan dana murah dibandingkan dengan DPK; serta (7) Efisiensi, yaitu beban operasional dibandingkan dengan pendapatan operasional (BO/PO) dan NIM .

Karena kriteria yang dinilai oleh Biro Riset Infobank tidak lengkap, maka 16 bank tersebut tidak masuk dalam daftar rating Infobank. Jika bank-bank ini dipaksakan ikut dalam rating oleh Biro Riset Infobank, ke-16 bank ini skornya bisa anjlok dengan predikat “Tidak bagus” karena nilai komposit GCG dan peringkat profil risiko memiliki bobot masing-masing 20%. Menurut Eko B. Supriyanto, Direktur Biro Riset Infobank, peringkat profil manajemen risiko sangat penting karena itu mencerminkan kesehatan bank karena risk profile merupakan indikator penting dalam menilai kesehatan bank.

“Bank yang menutupi profil risikonya hampir sama dengan menutup tingkat kesehatan dan kemampuan menghadapi krisis yang tak bisa dipastikan kapan datangnya,” ujar Eko B Supriyanto di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Eko B. Supriyanto menambahkan, keterbukaan bank dalam memberikan informasi kepada publik patut menjadi isu penting dalam revisi undang-undang (UU) perbankan yang selama ini banyak diperbincangkan mengenai kepemilikan. “Sekarang undang-undang perbankan sedang direvisi. Isu yang menjadi penting bukan hanya soal pembatasan kepemilikan, tapi bagaimana bank-bank itu bisa berkontribusi kepada kemajuan dan pemerataan ekonomi,” ujar Eko.

Biro Riset Infobank tidak mempersoalkan soal kepemilikan saham pihak asing maupun keberadaan bank asing. Tetapi, bank-bank asing juga harus membuktikan diri dalam implementasi GCG, dan kehadirannya memberi manfaat bagi perekonomian Indonesia. “Bank asing kerap ditempatkan sebagai model pelaksanaan good corporate governance, jadi sebaiknya mereka membuktikan diri dalam implementasi GCG yang prinsip pertamanya transparansi, yaitu keterbukaan dalam mengemukakan informasi,” tambah Eko.

Menurutnya, GCG merupakan palang pintu utama untuk menghindari kejatuhan bank yang biaya penyelamatannya sangat besar. “GCG harus menjadi budaya, karena pengalaman bank yang jatuh hampir semua disebabkan karena dijebol oleh pemilik atau pengelolanya,” ujar Eko B Supriyanto. (*)

@bangbulus

Related Posts

News Update

Top News