Jakarta – Ekonom senior Institut for Development of Economics and Finance (INDEF) Faisal Basri menilai pandangannya ihwal dampak ekonomi global pasca pandemik Covid 19 terhadap peningkatan produk impor dari China.
Ia mengatakan, peningkatan impor tersebut tak serta merta disebabkan oleh China, akan tetapi oleh kondisi perekonomian global yang tengah pulih.
“Ini mengubah seluruh cerita Komite Anti Damping Indonesia (KADI). Makanya ada peningkatan impor dari China 2021 sampai Juni 2022, peningkatan. Ya recovery semua dibandingkan dengan masa Covid-19,” katanya di Jakarta, Selasa, 16 Juli 2024.
Baca juga : Faisal Basri: Utang Kereta Cepat Jakarta-Bandung Bebani APBN
Faisal menyebut, sektor konstruksi dan real estate sebagai pengguna ubin mengalami peningkatan setelah masa pandemi.
“Sektor konstruksi 2020 itu minus pertumbuhannya, sementara real estate plus, tapi rendah. Setelah pandemi, dari minus 3 ke 2,8. Tapi 2022 tetap 2, turun lagi,” jelasnya.
Hal ini kata dia merupakan sebuah fenomena Covid-19. Artinya, meskipun ada pemulihan, namun sektor-sektor tersebut belum sepenuhnya pulih dan masih menghadapi tantangan.
“Jangan semua disalahkan ke China, China, China gitu. Tidak ada satu kata Covid pun di KADI, yang ada cuma di halaman berapa itu, halaman 51. Dan kondisi perekonomian global. Jadi hidup matinya terhadap di Indonesia juga dipengaruhi oleh kondisi perekonomian global,” bebernya.
Baca juga : Beban Utang RI Semakin Numpuk, INDEF Kasih Solusi Begini
Lanjutnya, pertumbuhan pengguna keramik di Indonesia meningkat dan Industri dalam negeri juga meningkat.
“Industri dalam negeri menikmati juga. Oleh karena itu ada ekspansi kapasitas. Loh kok bisa ekspansi kapasitas? Ya karena pasarnya udah mulai pulih. Jadi, sebetulnya impor naik, produksi dalam negeri juga naik,” terangnya.
Ia menambahkan, mayoritas keramik di Indonesia adalah keramik merah, sedangkan porselen hanya sedikit diproduksi dalam negeri.
“Mayoritas keramik di Indonesia itu keramik merah, yang memproduksi porselen cuma sedikit,” ujarnya.
Kondisi ini kata dia menyebabkan industri dalam negeri belum mampu memenuhi seluruh kebutuhan keramik besar di Tanah Air. (*)
Editor : Galih Pratama