Jakarta – Pada pembukaan perdagangan pagi ini pukul 9.00 WIB (15/5) indeks harga saham gabungan (IHSG) berbalik dibuka pada zona hijau ke level 7.106,04 atau menguat 0,31 persen dari level 7.083,76.
Berdasarkan statistik RTI Business pada perdagangan IHSG hari ini, sebanyak 348,04 juta saham diperdagangkan, dengan frekuensi perpindahan tangan sebanyak 21 ribu kali, serta total nilai transaksi tercatat mencapai Rp327,48 miliar.
Kemudian, tercatat terdapat 90 saham terkoreksi, sebanyak 145 saham menguat dan sebanyak 206 saham tetap tidak berubah.
Baca juga: IHSG Diproyeksi Menguat, Simak 4 Rekomendasi Saham Berikut
Sebelumnya, Financial Expert Ajaib Sekuritas, Ratih Mustikoningsih, melihat IHSG secara teknikal pada hari ini akan diprediksi mixed cenderung melemah dalam rentang 7.020 hingga 7.132.
“Pada perdagangan Selasa (14/5), IHSG ditutup turun 0,22 persen atau minus 15,49 poin di level 7.083. IHSG hari ini (15/5) diprediksi bergerak mixed cenderung melemah dalam range 7.020-7.132,” ucap Ratih dalam risetnya di Jakarta, 15 Mei 2024.
Pergerakan IHSG yang mengalami pelemahan yang cukup tipis tersebut sejalan dengan aksi profit taking saham di masa ex date dividend.
Kemudian, Ratih melihat sentimen yang akan memengaruhi pergerakan IHSG hari ini antara lain, nilai tukar rupiah yang kembali melemah ke level Rp16.131 per dolar AS pada Selasa (14/5).
Depresiasi nilai tukar rupiah senada dengan aksi wait and see pelaku pasar menjelang rilis inflasi AS hari ini yang berpotensi masih di atas 3 persen.
Baca juga: Meski Saham Terkoreksi saat Ex-Date, Analis Pertahankan Outlook Positif TUGU
Pada Maret 2024 penjualan ritel (retail sales) yang tercermin dari Indeks Penjualan Riil (IPR) tumbuh 9,3 persen yoy, dan tumbuh 9,9 persen mom. Subkelompok sandang, suku cadang dan aksesori, serta makanan, minuman dan tembakau menopang penjualan ritel.
Adapun, dari mancanegara, Badan Pusat Statistik Amerika Serikat (AS) melaporkan Indeks Harga Produsen (PPI) April 2024 tumbuh 2,2 persen year on year (yoy), lebih tinggi dari bulan sebelumnya sebesar 1,8 persen yoy. Inflasi di tingkat produsen mengalami kenaikan akibat lonjakan harga energi di tengah ketegangan Geopolitik di Timur Tengah. (*)
Editor: Galih Pratama