Bahana TCW Optimis Pertumbuhan Kredit Perbankan Capai 10%

Bahana TCW Optimis Pertumbuhan Kredit Perbankan Capai 10%

Jakarta – PT Bahana TCW Investment Managemen optimistis pertumbuhan kredit perbankan dapat mencapai 10% pada 2023. Perusahaan meyakini, kredit perbankan sepanjang tahun ini mampu tumbuh pada kisaran yang ditargetkan oleh Bank Indonesia (BI). 

Tekanan inflasi yang stabil dan cenderung melandai, dengan suku bunga BI yang kemungkinan tidak akan berubah, serta kembali menguatnya pertumbuhan kredit pada Mei 2023, memberi ruang bagi penyaluran pinjaman. 

BI sendiri memperkirakan penyaluran kredit dari perbankan sepanjang tahun ini akan berada pada kisaran 10%-12%. Pada Mei 2023, industri perbankan berhasil mencatat pertumbuhan kredit sebesar 9,39% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. 

Pertumbuhan ini, semakin menguat dari pencapaian bulan sebelumnya yang tumbuh 8% secara tahunan. 

Baca juga: Ini Pendorong Kredit Perbankan Naik Hampir Doubel Digit

Ekonom Bahana TCW Emil Muhamad mengatakan, kredit konsumsi masih akan menjadi penopang utama penyaluran kredit di sepanjang tahun, terutama di tengah tahun politik saat ini.

“Biasanya korporasi ataupun investor menahan diri untuk melakukan ekspansi usaha sebab terdapat ketidakpastian akan perubahan kebijakan dengan adanya pemerintahan yang baru, sehingga akan memengaruhi laju penyaluran kredit investasi dan modal kerja,” ujarnya, dikutip Kamis, 6 Juli 2023.

Menurutnya, kredit yang tumbuh sekitar 10% saat ini masih selaras dengan nominal pertumbuhan ekonomi yang terjadi pada kuartal satu sebesar 12,49%. Di mana, belum terlihat adanya indikasi overheating perekonomian. 

“Bahkan jika ingin mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi, bisa dipahami jika BI menjadi lebih akomodatif pada paruh kedua tahun ini,” jelasnya. 

BI pun siap memberikan stimulus melalui kebijakan makroprudensial berupa pemberian insentif likuiditas kepada bank-bank penyalur pembiayaan untuk sektor hilirisasi pertanian, pertambangan, perkebunan dan perikanan. Artinya, pelonggaran giro wajib minimum (GWM) untuk sektor hilirisasi tersebut berpeluang akan disesuaikan. 

Bila dilihat dari perekonomian secara makro, tekanan inflasi pada paruh kedua tahun ini cenderung semakin landai, yang berdampak pada tingkat suku bunga acuan. 

“Memang dari sisi tekanan inflasi, terbuka ruang bagi kebijakan moneter untuk memotong suku bunga, namun hal tersebut harus sangat hati-hati dilakukan sebab akan berdampak pada stabilisasi nilai tukar. Nilai tukar yang volatile akan mengganggu pelaku usaha,” terangnya.

Suku bunga acuan atau yang lebih dikenal sebagai BI-7day (reverse) repo rate tetap pada kisaran 5,75%, sejak Februari hingga Juni 2023, dengan suku bunga dasar kredit (SBDK) per juni pada kisaran 13,06%. 

Apabila dibandingkan dengan tahun lalu, angka ini memang lebih tinggi namun besaran kenaikan SBDK kian melandai setiap bulannya. Hal ini akan berdampak positif bagi penyaluran kredit konsumsi sebab masyarakat pada umumnya sensitif terhadap kenaikan harga dan suku bunga. Dengan suku bunga yang stabil, risiko kredit bermasalah juga terus memperlihatkan perbaikan. 

Baca juga: Kasus Kredit Macet, Saksi OCBC NISP Ungkap Perbuatan Melawan Hukum PT HSI

Data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memperlihatkan rasio kredit bermasalah atau non-performing loan (NPL) secara gross pada akhir Mei 2023 sebesar 2,52%, lebih rendah bila dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya mencapai 3,04%. 

‘’Dengan kondisi global yang masih penuh ketidakpastian, Indonesia mampu menjaga inflasi yang cenderung menurun, dan kredit masih memperlihatkan penguatan, sehingga tidak ada alasan khawatir terhadap pertumbuhan ekonomi,’’ papar Emil. 

Emil menilai, saham-saham big cap cukup menarik untuk diperhatikan bila investor mulai melirik pasar saham. (*)

Editor: Galih Pratama

Related Posts

News Update

Top News