Aturan Top Up e-Money Dinilai Berbenturan Gerakan Nontunai
Page 2

Aturan Top Up e-Money Dinilai Berbenturan Gerakan Nontunai

“Misalnya dari awal kan masyarakat sudah bayar kartu e-money. Beli perda Rp50 ribu, dapat saldo Rp30 ribu, harga kartu Rp20 ribu. Uang hasil penjualan kartu sebenarnya tercatat sebagai fee based income bank. Harusnya dengan keuntungan dari penjualan kartu perdana e-money tidak perlu lagi memungut fee top up, karena dinilai memberatkan konsumen,” jelasnya. ‎

Contohnya seperti di Hongkong yang menggunakan Octopus Card. Untuk biaya maintenance mesin EDC dan investasi infrastruktur ditanggung perusahaan penerbit kartu dan operator jasa transportasi publik. Bahkan dengan sharing cost tersebut si konsumen bisa dapat potongan harga. Insentif ini yang membuat 95 persen penduduk Hongkong menggunakan Octopus card.

Baca juga: Soal e-Money, BI Mau Biaya Top Up Seragam

“Dalam konteks Indonesia, sharing cost ini bisa dilakukan antara bank penerbit kartu, jasa penyelenggara jalan tol dan merchant penyedia top up. Jadi kalau kebijakan tarif ini tetap dilakukan, masyarakat kembali lagi pakai uang cash. Kecuali di tol karena terpaksa,” tegas Bhima.

Sebelumnya, pihak Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) menegaskan, bahwa berdasarkan arahan Menteri BUMN Rini Soemarno, bank-bank BUMN seperti Bank Mandiri, Bank BRI, Bank BNI dan Bank BTN memutuskan untuk tidak mengenakan biaya isi ulang e-money. ‎Ketua Himbara, Maryono mengatakan, langkah ini diambil untuk memberikan sosialisasi kepada masyarakat agar mereka lebih mencintai sistem less cash di Indonesia. (Bersambung ke halaman berikutnya)

Related Posts

News Update

Top News