Jakarta–Ketentuan Bank Indonesia soal Loan To Value (LTV) memicu peningkatan pembelian rumah secara kredit in house.
Hal tersebut diungkapkan Direktur Ciputra Development sekaligus Pengurus Real Estat Indonesia (REI) Meiko Handoyo. Meiko mengatakan di Ciputra Development, pembelian rumah secara in house melonjak pada 2014, dari sebelumnya Rp3,8 triliun pada 2013 menjadi Rp4,8 triliun pada 2014, dan terus meningkat pada 2015 menjadi Rp5,7 triliun. Sebaliknya, pembelian dengan KPR terus mencatat penurunan. Pada 2013, pembelian rumah dengan KPR tercatat Rp4,1 triliun, kemudian menurun menjadi Rp3,2 triliun pada 2014, dan pada 2015 terus turun menjadi Rp2,7 triliun.
“Dampak LTV ini membatasi daya beli konsumen yang ingin memiliki rumah lebih dari satu dengan fasilitas KPR,” kata Meiko dalam acara Property and Mortgage Summit 2016 “Mendorong Pertumbuhan Industri Porperti Sebagai Lokomotif Pembangunan di Tengah Kelesuan Ekonomi” yang diselenggarakan Infobank Institute dan Perbanas.
Menurutnya, penurunan daya beli masyarakat tersebut akhirnya direspons pengembang dengan menyediakan alternatif pembayaran lain yaitu secara cicil bertahap.
“Kita kan pengembang harus tetap hidup, kita putar otak untuk hidup,” tambahnya.
Meski akhirnya BI merelaksasi peraturan Loan To Value (LTV) untuk KPR maupun KPA konvensional dinaikkan 10%, sehingga uang muka (Down Payment) turun dari 30% menjadi 20%. Namun relaksasi tersebut belum terasa dampaknya bagi industri properti.
Relaksasi tersebut menurut Meiko tidak memberikan dampak signifikan bagi pertumbuhan industri properti karena beberapa hal seperti ketentuan inden masih belum dilonggarkan.
“Ketiadaan KPR inden untuk rumah kedua dan ketiga tidak menyurutkan minat bagi sebagian pembeli, menimbulkan praktek shadow banking sebagai solusi baik bagi pengembang maupun konsumen,” tandasnya. (*) Ria Martati