Ketentuan yang akan terbit ini, setidaknya akan mengatur standar yang sama terhadap pengenaan biaya. Dan, jika ketentuan biaya yang dikenakan seperti diungkapkan sebesar Rp1.500 — yang dikenakan lebih rendah dari yang dikenakan minimarket dan merchant lainnya. Termasuk Go Jek yang mengenakan per top up Rp2.500.
Demikian pandangan saya menanggapi tulisan Mikail Arkana dengan alasan yang sangat logis. Namun perlu juga dilihat dua pandangan yang berbeda, yang intinya BI hendak mengatur agar biaya top up dari merchant dan fintech tidak gila gilaan dalam menetapkan biaya top up.
Baca juga: Rencana Isi Ulang Uang Elektronik Kena Biaya, Mengapa Harus Dihentikan?
Tapi, untuk direnungkan, apakah ini tanda-tanda awal bank sudah mulai tergeser oleh nonbank dalam payment? Sehingga, BI melindungi perbankan dengan kebijakan isi ulang uang elektronik berbayar — yang katanya akan keluar pada akhir bulan September 2017 ini?
Masalah kedua, apakah Bank Indonesia juga sampai mengatur tarif per transaksi top up? Padahal, selama ini tarif tak diatur — tidak terdengar masalah yang menghebohkan.
Itulah yang sampai saat ini belum saya pahami. Atau, seperti lagu Ebiet G Ade, “coba tanyakan pada rumput yang bergoyang“.
Barangkali di sana ada jawabnya. (*)
Jakarta – Bank Indoensia (BI) menargetkan volume transaksi Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) pada 2025 akan mencapai 5,5… Read More
Jakarta – Wakil Menteri Keuangan, Suahasil Nazara, merespons keputusan Presiden Prabowo Subianto yang telah menandatangani Peraturan Pemerintah (PP)… Read More
Jakarta - PT Adi Sarana Armada Tbk (ASSA) pada hari ini (6/11) mengumumkan akan melakukan… Read More
Jakarta – Calon presiden dari Partai Republik Donald Trump memenangkan Pemilu Amerika Serikat (AS) 2024.… Read More
Jakarta - Limbah cangkang atau kulit rajungan yang selama ini dianggap tak bernilai kini berpotensi mendatangkan manfaat… Read More
Jakarta – Wakil Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mirza Adityaswara mengatakan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 47… Read More