Jakarta – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menerbitkan Peraturan OJK (POJK) Nomor 16 Tahun 2023 tentang Penyidikan Tindak Pidana di sektor jasa keuangan yang merupakan penyesuaian dari POJK 22/POJK.01/2015 tentang Penyidikan Tindak Pidana di Sektor Jasa Keuangan.
Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan dan Komunikasi OJK, Aman Santosa menyatakan, bahwa penyesuaian POJK Penyidikan tersebut merupakan tindaklanjut dari amanat UU PPSK yang telah memberikan perluasan kewenangan penyidikan dan penyelesaian pelanggaran di sektor jasa keuangan kepada OJK.
“Sebelumnya dalam UU No 21/2011 tentang OJK juga sudah mengatur mengenai kewenangan penyidikan OJK di sektor jasa keuangan,” ucap Aman dalam keterangan resmi di Jakarta, 24 Agustus 2023.
Baca juga: Punya 2 ADK Baru, OJK Siap Perkuat Pengawasan Kripto hingga Pinjol
Adapun, pengaturan yang mengalami perubahan pada POJK Penyidikan di antaranya adalah terkait dengan, cakupan tindak pidana di sektor jasa keuangan, kategori penyidik OJK, dan kewenangan penyidik OJK, termasuk dalam melakukan penyidikan tindak pidana pencucian uang.
Kemudian, hal lain yang mengalami perubahan adalah penyelesaian pelanggaran peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan, serta perluasan informasi dan Lembaga Jasa Keuangan (LJK) yang dapat dimintai keterangan dan pemblokiran rekening.
“Dengan POJK ini maka cakupan tindak pidana di Sektor Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 meliputi, Perbankan, Pasar modal, keuangan derivatif, dan bursa karbon, Perasuransian, penjaminan, dan dana pensiun, Lembaga pembiayaan, perusahaan modal ventura, lembaga keuangan mikro, dan LJK lainnya,” imbuhnya.
Tidak hanya itu, inovasi teknologi sektor keuangan serta aset keuangan digital dan aset kripto, serta perilaku pelaku usaha jasa keuangan serta pelaksanaan edukasi, dan pelindungan konsumen yang mencakup kegiatan konvensional dan syariah juga termasuk ke dalam cakupan tindak pidana di POJK tersebut.
Baca juga: Ada Penyimpangan Koperasi, Ini Tugas Baru OJK
Dalam POJK ini juga mengatur mengenai kategori penyidik OJK yang bersumber dari, pejabat penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia, pejabat pegawai negeri sipil tertentu, dan pegawai tertentu.
“Yang diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, untuk melakukan Penyidikan,” ujar Aman.
Adapun, pada pasal 6 dijelaskan bahwa penyidik OJK berwenang untuk menentukan dilakukan atau tidak dilakukannya penyelidikan terhadap dugaan tindak pidana di Sektor Jasa Keuangan yang dilakukan sebelum dimulainya penyidikan.
Sementara itu, pada tahap penyelidikan sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat (2), pihak yang diduga melakukan tindak pidana di Sektor Jasa Keuangan juga dapat mengajukan permohonan kepada OJK untuk penyelesaian pelanggaran atas peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.
Penyelesaian pelanggaran dilakukan dengan mengajukan permohonan kepada OJK dengan memuat, nilai kerugian yang ditimbulkan dan dasar perhitungannya, jumlah korban yang dirugikan dan keterangan lain terkait korban.
Baca juga: OJK Akan Bentuk Pusat Data Fintech Lending, Pinjol Nakal Siap-Siap Kena Sentil
Serta, untuk bentuk penyelesaian kerugian dan jangka waktu penyelesaian klausul jika kerugian tidak diselesaikan, OJK berwenang melanjutkan ke tahap penyidikan, dan upaya perbaikan proses bisnis dan tata kelola.
Sedangkan untuk tindak lanjut hasil penyidikan, pada pasal 21, Penyidik OJK sesuai kewenangannya menyampaikan hasil penyidikan kepada jaksa untuk dilakukan penuntutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (*)
Editor: Galih Pratama