Jakarta – Indonesia tengah menyiapkan sebuah produk asuransi parametrik bencana alam dengan skema konsorsium yang ditargetkan bergulir pada 1 Januari 2026.
Produk asuransi ini melibatkan PT Reasuransi Indonesia Utama (Persero) atau Indonesia Re dan PT Reasuransi Maipark Indonesia dan ITB sebagai pihak yang diberi mandat oleh Kementerian Keuangan dalam menyusun mekanisme produk tersebut.
“Kemarin kita sudah meeting dengan Kementerian Keuangan dan mereka sedang dalam proses menyiapkan PMK (Peraturan Menteri Keuangan). Targetnya pada kuartal III-2025, nanti kita sama-sama tindak lanjuti,” kata Direktur Utama Indonesia Re Benny Waworuntu, di Jakarta, Kamis, 12 Juni 2025.
Ia menjelaskan, nantinya seluruh mekanisme produk asuransi parametrik menyangkut bentuk, administrasi dan segala ketentuan lainnya akan diatur dalam PMK tersebut.
Baca juga : Askrindo Gandeng Perhutani, Beri Asuransi Kecelakaan di 73 Wisata Alam
“Mengenai produknya, segala macam sudah diatur supaya pada saat keluar PMK-nya bisa diimplimentasikan dan semua sudah siap,” jelasnya.
Sementara, Direktur Teknik Operasi PT Reasuransi Indonesia Utama (Persero) atau Indonesia Re Delil Khairat menyebut, produk asuransi parametrik ini akan dilakukan dengan skema konsorsium oleh asuransi umum dan reasuransi.
Menurutnya, hal ini sama halnya seperti Konsorsium Asuransi Barang Milik Negara (KABMN) yang memiliki fungsi proteksi aset milik kementerian dan lembaga.
Namun, kata dia, premi yang diperoleh dari skema konsorsium tersebut penetrasinya masih belum maksimal. Dalam periode 5-6 terakhir, pendapatan premi yang terkumpul baru sekitar Rp 150 miliar. Meski begitu, hal itu wajar karena perlindungan yang diberikan merupakan produk asuransi properti yang lebih standar.
Baca juga : Anti Boncos! Ini Loh Pentingnya Punya Asuransi Mobil
“Tapi kan itu produknya, produk asuransi properti yang katakanlah indemnity based yang lebih standar. Tapi yang kita bangun saat ini yakni asuransi parametrik ini, adalah asuransi parametrik untuk memproteksi fiskal,” pungkasnya.
Ia menambahkan, produk asuransi parametrik sendiri berbasis kota dan kabupaten. Setiap kota dan kabupaten akan menggunakan anggarannya untuk membayar premi produk asuransi parametrik bencana.
Pada tahap awal, produk itu akan memberikan proteksi terhadap dua risiko bencana, yaitu gempa bumi dan banjir.
“Jadi, kalau gempa bumi itu ternyata magnitudonya melewati parameter tertentu, tentu kota atau kabupaten itu akan segera mendapatkan pencairan dana (klaim) secara instan, tanpa ada penghitungan berapa besar risiko dan sebagainya,” bebernya.
Dengan begitu, dana instan tersebut bisa dipergunakan oleh pemerintah daerah untuk melakukan tindakan darurat atau langkah awal terlebih dahulu hingga rehabilitasi ketika terjadi bencana. (*)
Editor: Galih Pratama