Jakarta – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengakumulasikan pendapatan premi pada sektor asuransi pada periode Januari hingga Oktober 2022 mencapai Rp225,20 triliun atau tumbuh sebesar 1,81% dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya.
Anggota Dewan Komisioner OJK Bidang IKNB (Industri Keuangan Non Bank) Ogi Prastomiyono, mengatakan bahwa akumulasi untuk premi asuransi umum tumbuh sebesar 16,93% yoy selama periode yang sama dan mencapai Rp97,78 triliun per Oktober 2022.
“Namun demikian, akumulasi premi asuransi jiwa terkontraksi sebesar minus 5,76% yoy dibanding periode sebelumnya, dengan nilai sebesar Rp157,42 triliun per Oktober 2022,” ucap Ogi dalam RDKB November, di Jakarta, 6 Desember 2022.
Kemudian, nilai outstanding piutang pembiayaan tumbuh 12,17% yoy pada Oktober 2022 menjadi sebesar Rp402,6 triliun, didukung dengan pembiayaan modal kerja dan investasi yang masing-masing tumbuh sebesar 31,6% yoy dan 23,7% yoy.
“Profil risiko perusahaan pembiayaan masih terjaga dengan rasio non performing financing (NPF) tercatat turun menjadi sebesar 2,54% dari 2,58 persen% di September 2022. Sedangkan sektor dana pensiun tercatat mengalami pertumbuhan aset sebesar 4,20% yoy, dengan nilai aset mencapai Rp338,71 triliun,” imbuhnya.
Lebih lanjut, kinerja fintech peer to peer (P2P) lending pada Oktober 2022 masih mencatatkan pertumbuhan dengan outstanding pembiayaan tumbuh sebesar 76,8% yoy, meningkat Rp0,60 triliun menjadi Rp49,34 triliun.
Sementara, pada tingkat risiko kredit secara agregat (TWP90) tercatat menurun menjadi 2,90% dari 3,07% di September 2022. Namun demikian, OJK masih mencermati tren kenaikan risiko kredit dan penurunan kinerja di beberapa fintech P2P Lending.
Adapun, permodalan di sektor IKNB masih terjaga dengan industri asuransi jiwa dan asuransi umum mencatatkan Risk Based Capital (RBC) sebesar 464,24% dan 313,71%. Meskipun RBC dalam tren penurunan dan RBC beberapa perusahaan asuransi sedang dimonitor ketat.
Lalu, OJK menegaskan bahwa secara agregat RBC industri asuransi masih berada di atas threshold sebesar 120%. Begitu pula pada gearing ratio perusahaan pembiayaan yang tercatat sebesar 2,01 kali atau jauh di bawah batas maksimum 10 kali. (*)
Editor: Rezkiana Nisaputra