Jakarta – Dewan Pimpinan Pusat Kompartemen Bank Pembiayaan Rakyat (BPR) Syariah ASBISINDO tengah menyiapkan strategi dari industri BPR Syariah dalam menghadapi tantangan di era digitalisasi. Hal ini sebagai langkah penguatan internal industri BPR Syariah dalam menyelaraskan rencana otoritas jasa keuangan yang telah meluncurkan roadmap perbankan syariah 2022-2025.
Demikian terkemuka dalam Rapat Kordinasi Nasional (RAKORNAS) Dewan Pimpinan Pusat Kompartemen Bank Pembiayaan Rakyat (BPR) Syariah ASBISINDO yang mengangkat tema “Sinergi Membangun Negeri di Era Digitalisasi” di Jakarta pada 13-15 Juli 2022. Menurut Ketua Umum DPP Kompartemen BPR Syariah ASBISINDO Cahyo Kartiko, industri BPR Syariah yang telah berjalan selama dua dekade mengalami perubahan dan tantangan besar.
Hal ini, kata dia, bisa terlihat dari aspek kelembagaan, infrastruktur penunjang, perangkat regulasi dan sistem pengawasan, serta awareness dan literasi masyarakat yang terus memberikan pertumbuhan bagi industri.
“Dua tahun yang sulit ini, Industri BPR Syariah telah membukukan pertumbuhan asset hingga mei 2022 sebesar 14% yakni Rp17,55 triliun. Ditopang pula dengan kenaikan Dana Pihak Ketiga dan Pembiayaan yang diberikan juga bertumbuh masing-masing 16% menjadi Rp11,9 triliun dan Rp12,92 triliun dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya,” ujarnya dalam keterangannya, Kamis, 14 Juli 2022.
Dengan demikian menunjukkan bahwa industri BPRS mampu bertahan menghadapi berbagai tantangan dan hambatan serta mampu memanfaatkan peluang yang ada untuk meraih kepercayaan masyarakat untuk bermitra dengan BPR Syariah.
Oleh karena itu, Industri BPR Syariah terus berbenah dari sisi eksternal menghadapi berbagai perubahan dan tantangan yang ada. Mulai dari perubahan ekosistem global dan nasional atas perilaku masyarakat terhadap perekonomian akan penggunaan transaksi online baik dalam kebutuhan dana maupun investasi.
“Kami terus menjawab perubahan ini dengan melalukan inovasi produk. Dan bergerak melakukan sinergitas dengan lembaga keuangan lain yang telah kuat teknologinya agar industrI BPR Syariah bisa mengikuti perubahan tersebut,” ucap Cahyo.
Ditambah pula, industri BPR Syariah menghadapi persaingan usaha yang begitu ketat dengan masuknya lembaga keuangan lainya pada segmen usaha menengah kecil dan mikro (UMKM). Dimana bank umum, fintech lending, laku pandai dan LKM ikut aktif menggarap pasar segmen UMKM dengan kekuatan modal dan tekonologi yang dimiliki.
“Populasi BPR Syariah dengan kategori BPR skala kecil harus bersaing dengan lembaga besar yang mempunyai modal kuat. Mereka memiliki Infrastruktur TI yang bagus sedangkan kami di BPR Syariah terbatas. Ini memunculkan potensi risiko baru dalam pemanfaatan TI,” tuturnya.
Namun kabar baik datang dari Otoritas Jasa Keuangan yang mengeluarkan Roadmap Pengembangan Perbankan Syariah Indonesia dengan membawa tiga arah pengembangan yang terdiri dari : (1) Penguatan Identitas Perbankan Syariah; (2) Sinergi Ekosistem Ekonomi Syariah; (3) Penguatan Perizinan, Pengaturan, dan Pengawasan.
“Ini merupakan angin segar bagi kami bagi industri BPR Syariah. Peluncuran Roadmap ini akan kami mendukung sebagai upaya pengembangan ekonomi syariah ditanah air yang dilaksanakan oleh pemerintah maupun otoritas. Roadmap ini membawa visi mewujudkan perbankan syariah yang resilient, berdaya saing tinggi, dan berkontribusi signifikan terhadap perekonomian nasional dan pembangunan sosial,” ungkap Cahyo.
Selain itu pula, Industri BPR Syariah saat ini tengah membangun sinergi ekosistem ekonomi syariah termasuk dalam upaya pengembangan Sinergi Digitalisasi BPR Syariah. Upaya membangun sinergi dalam Era Digitalisasi ini dibutuhkan dan perlu mendapat perhatian serius untuk dikawal dan diwujudkan.
“Untuk itu kami berusaha melaksanakan berbagai upaya peningkatan awareness terhadap masyarakat dengan membangun ekosistem agar keberadaan BPRS di tanah air bisa dirasakan masyarakat yang salah satunya adalah penetapaan Hari BPRS yang diperingati setiap tanggal 17 Ramadhan,” ucap Cahyo. (*)