Keuangan

Asia Tenggara jadi Lahan Subur Pembayaran Online dan Perbankan Digital

Jakarta – Pembayaran online dan perbankan digital di seluruh Asia Tenggara meningkat pesat selama pandemi Covid-19 (corona). Itu karena, seluruh wilayah kini lebih memilih untuk menghindari cabang bank secara langsung yang dianggap sebagai ruang publik di mana virus corona dapat berkembang. Hal ini pun memicu peningkatan atau penggunaan transaksi pembayaran yang lebih aman yaitu e-wallet dan aplikasi pembayaran seluler.

Namun demikian, faktanya pada akhir 2019 sebelum efek besar pandemi di seluruh Asia Tenggara terjadi, transaksi keuangan online di wilayah tersebut akan menjadi bisnis US$1 triliun pada tahun 2025 dan segmen dompet digital akan melonjak lima kali lipat menjadi Us$114 miliar selama tahun yang sama.

Yeo Siang Tiong, General Manager untuk Asia Tenggara di Kaspersky mengatakan, Asia Tenggara menjadi lahan subur bagi perbankan digital dan sistem pembayaran online, karena Asia Tenggara menampung negara-negara dengan populasi muda atau kaum milenial dan Gen Z. Dimana, mereka tidak terbiasa mengunjungi gedung-gedung keuangan secara fisik, mengantri lama untuk mengisi formulir dengan pena dan kertas, seperti yang dilakukan oleh generasi sebelumnya.

“Faktor penting lainnya adalah masih terdapat persentase signifikan dari individu yang masih berada dalam posisi unbanked atau underbanked, yang berarti mereka tidak memiliki rekening bank atau laporan kredit sebelumnya. Hal ini terutama terjadi di negara-negara yang masih berkembang seperti Indonesia, Malaysia, Thailand, Filipina, dan Vietnam,” ujarnya di Jakarta Senin, 31 Agustus 2020.

Selain itu, berbagai teknologi sebagai penunjang pun akan terus dikembangkan, seperti AI, 5G, Internet of Things, cryptocurrency, dan masih banyak lagi. Tetapi, menurut Yeo Siang, sektor keuangan harus belajar dari kejadian masa lalu, terutama dari insiden kejahatan siber. Bank dan penyedia layanan pembayaran elektronik perlu menangani keamanan siber dengan serius.

Berkaca dari insiden pencurian Bank Bangladesh senilai US$81 juta yang mengguncang dunia pada tahun 2016. Insiden ini dimulai dengan email spear-phishing yang diklik oleh karyawan secara tidak sengaja dan akhirnya menimbulkan kerugian mulai dari profesional, reputasi, dan finansial.

“Kita berada di tengah revolusi digital dan penggunaan pembayaran online serta dompet elektronik pasti akan tetap ada dan bahkan meningkat. Meskipun merupakan tanggung jawab besar bagi bank dan penyedia layanan keuangan untuk mengamankan sistem virtual mereka, saya yakin mereka dapat merintis jalan ke masa depan selama mereka membangun pertahanan siber dengan cerdas,” pungkasnya. (*) Ayu Utami

Rezkiana Nisaputra

Recent Posts

Menilik Tantangan-Peluang Perajin Batik di Era Industri yang Menggeliat

Jakarta – Industri batik di Tanah Air menggeliat di tengah tantangan besar dari sisi produktivitas dan… Read More

6 hours ago

Inflasi Medis Melangit, Bundamedik Tempuh Langkah Ini

Jakarta - Inflasi kesehatan atau inflasi medis kini tengah menjadi sorotan sejumlah pihak. Meningkatnya biaya… Read More

7 hours ago

Prudential Indonesia-UNICEF Kolaborasi Dorong Partisipasi PAUD di NTT

Jakarta - PT Prudential Life Assurance (Prudential Indonesia) bersama Prudence Foundation berkolaborasi dengan UNICEF Indonesia… Read More

8 hours ago

Nasib Keberlanjutan Program Kartu Prakerja Ada di Tangan Prabowo

Jakarta – Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian mendorong keberlanjutan program Kartu Prakerja di masa kepemimpinan Presiden terpilih Prabowo… Read More

8 hours ago

Merangkap Jadi Menaker, Airlangga Siapkan Rencana Kenaikan UMP Tahun Depan

Jakarta – Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengemban tugas baru sebagai Ad Interim (tugas sementara) Menteri… Read More

8 hours ago

Pahami 4 Hal Ini Agar Terhindar dari Investasi Ilegal

Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat kerugian masyarakat akibat investasi ilegal atau bodong di… Read More

8 hours ago