Moneter dan Fiskal

AS Terancam Resesi, Begini Dampak ke Ekonomi RI

Jakarta – Data-data ekonomi yang memburuk dengan cepat menimbulkan kekhawatiran Amerika Serikat (AS) terancam masuk jurang resesi. Direktur Eksekutif CELIOS Bhima Yudhistira mengatakan ancaman resesi di AS ini dapat berdampak terhadap perekonomian Indonesia.

Bhima menyebutkan implikasi resesi AS antara lain, meningkatkan tekanan terhadap nilai tukar rupiah yang dapat berimbas kepada investor bergeser ke aset yang lebih aman atau safe haven.

“Karena kalau ada indikator resesi yang makin kuat, ketidakjelasan sikap dari Bank Sentral AS, ini efeknya banyak investor geser ke safe haven. Ini safe haven bisa beragam, bisa emas, bisa dolar AS dalam jangka menengah” ujar Bhima dalam Media Briefing CELIOS, dikutip, Selasa, 6 Agustus 2024.

Baca juga: Ekonomi Melambat, Airlangga Minta Genjot Belanja Pemerintah di Kuartal III 2024

Kemudian, cadangan devisa menurun akibat lemahnya permintaan ekspor ke AS. Meski ekspor Indonesia ke AS tidak sebanyak ke China, namun bahan baku atau barang setengah jadi yang dikirim ke China akan diolah yang pasarnya berujung ke AS.

“Jadi kalau permintaan domestik Amerika melemah tentu efeknya juga pada kinerja ekspor Indonesia,” jelasnya.

Implikasi selanjutnya, tambah Bhima, suku bunga juga masih akan tinggi untuk mencegah keluarnya dana asing terutama di pasar surat berharga. Meskipun, The Fed memangkas suku bunganya sebesar 25 bps, tetapi belum tentu akan diikuti dengan penurunan lebih dalam ke depannya.

Artinya, di satu sisi nilai tukar perlu dijaga di tengah suku bunga tinggi, serta menjaga capital outflow untuk bisa ditahan, dengan iming-iming imbal hasil atau yield surat utang masih menarik.

“Tapi di sisi lain tentu banyak pelaku usaha kalau suku bunga terus bertahan cukup tinggi, atau kalau pemangkasannya hanya 25 bps banyak pelaku usaha yang andalkan pinjaman, terutama pinjaman dalam bentuk domestik ini akan sangat berat,” ungkapnya.

Selanjutnya, tekanan ke industri manufaktur terutama yang berorientasi ekspor menguat, serta sulitnya pemerintah dalam mencari pembiayaan untuk tutup defisit APBN di sisa tahun dan pembiayaan program Prabowo 2025.

Baca juga: AS Terancam Resesi, Anak Buah Sri Mulyani Perkirakan FFR Dipangkas Lebih Banyak

“Problemnya adalah ketika kondisi resesi ekonomi AS berdampak pada minat investor membeli surat utang pemerintah, konsekuensinya adalah pembiayaan program pemerintah di tahun 2025 khususnya dan menutup defisit APBN 2024 dan juga utang jatuh tempo yang 2025 itu akan semakin sulit,” ungkapnya.

Bhima menambahkan, kecuali pemerintah menawarkan suku bunga yang lebih tinggi dan imbasnya pada bunga utang di tahun berikutnya yang akan makin mahal.

“Ini implikasi resesi kepada kesulitan pemerintah mengakses pembiayaan yang murah,” katanya. (*)

Editor: Galih Pratama

Irawati

Recent Posts

Jasindo Ingatkan Pentingnya Proteksi Rumah dan Kendaraan Selama Libur Nataru

Poin Penting Menurut Asuransi Jasindo mobilitas tinggi memicu potensi kecelakaan dan kejahatan, sehingga perlindungan risiko… Read More

9 hours ago

Presiden Prabowo Tegaskan Komitmen Selamatkan Kekayaan Negara

Poin Penting Pemerintah menyelamatkan lebih dari Rp6,6 triliun keuangan negara, sebagai langkah awal komitmen Presiden… Read More

9 hours ago

Bank Mandiri Berikan Relaksasi Kredit Nasabah Terdampak Bencana Sumatra

Poin Penting Bank Mandiri menerapkan perlakuan khusus kredit bagi debitur terdampak bencana di Aceh, Sumut,… Read More

9 hours ago

Kredit BNI November 2025 Tumbuh di Atas Rata-rata Industri

Poin Penting BNI menyalurkan kredit Rp822,59 triliun per November 2025, naik 11,23 persen yoy—melampaui pertumbuhan… Read More

11 hours ago

Cek Jadwal Operasional BSI Selama Libur Nataru 2025-2026

Poin Penting BSI menyiagakan 348 kantor cabang di seluruh Indonesia selama libur Natal 2025 dan… Read More

11 hours ago

Update Harga Emas Hari Ini: Galeri24 dan UBS Kompak Merosot, Antam Naik

Poin Penting Harga emas Pegadaian turun jelang libur Nataru 2025/2026, dengan emas Galeri24 turun Rp22.000… Read More

14 hours ago