Jakarta – Permasalahan PT Aryaputra Teguharta (APT) dengan PT BFI Finance Indonesia Tbk (BFI Finance) masih terus berlanjut.
Pheo Hutabarat dari Hutabarat Halim dan Rekan Lawyers (HHR Lawyers), selaku kuasa hukum yang mewakili APT, menyatakan APT adalah pemilik sah 32,32% saham BFI Finance, yang telah diperkuat oleh putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia dalam Peninjauan Kembali (PK) Nomor 240 PK/PDT/2006 tertanggal 20 Februari 2007 (PK 240/2007), sebagai putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde) di Negara Republik Indonesia.
“Sengketa hukum terkait dengan Putusan PK MA No. 240/2006 telah diuji melalui proses panjang pada peradilan (due process of law) yang didaftarkan sejak 2003, dan pada akhirnya melalui putusan PK, pengadilan di Indonesia telah memenangkan kepentingan klien kami (PT APT) sebagai pemilik sah saham 32,32% di BFI Finance,” ujar Pheo Hutabarat di Jakarta, Senin, 14 Mei 2018.
Pheo Hutabarat mengatakan, APT sebelumnya adalah pemegang saham pengendali 32,32% pada BFI Finance, tapi kemudian saham-saham tersebut katanya secara ilegal ditransfer dari BFI Finance kepada pihak ketiga sejak tahun 2001, yang sesungguhnya bertentangan dengan PK 240/2007. Saat ini pemegang saham pengendali 43% saham BFI Finance adalah PT Trinugraha Capital.
Bloomberg pada akhir Maret 2018 melaporkan bahwa total nilai saham BFI Finance mencapai senilai US$ 1 miliar. PT APT adalah pemilik sah sejumlah 32,32% saham di perusahaan tersebut, atau setara dengan Rp4 triliun (US$ 300 juta).
Sayangnya saat dikonfirmasi via telpon maupun pesan singkat, pihak BFI Finance sampai berita ini ditulis masih belum mau memberikan tanggapannya.
Pihak APT sendiri sejauh ini melihat ada upaya-upaya yang dideteksi tidak sesuai dengan hukum acara perdata di Indonesia, yaitu diajukannya permohonan PK kedua terhadap Putusan PK No. 240/2006. Sebagaimana yang telah didaftarkan oleh BFI Finance dan Francis Lay Sioe Ho pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tertanggal 20 November 2017.
Permohonan PK kedua tersebut demi hukum telah ditolak oleh Ketua PN Jakpus Dr. Yanto, SH., M.H, berdasarkan Putusan Penetapan Nomor 50/Srt.Pdt PK/2017/PN Jkt.Pst jo. Nomor 123/Pdt.G/2003/PN yang diterbitkan pada April 2018.
Pheo Hutabarat menuturkan, penolakan yang dilakukan PN Jakpus adalah sah, merupakan penegakan kepastian hukum dan keadilan di Indonesia. “Karena, upaya PK kedua tidak dapat dibenarkan, serta tidak diperkenankan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia,” jelasnya.
Dengan kata lain, Putusan PN Jakpus No. 50/2018 merupakan preseden yang harus diikuti dan ditaati, oleh pihak-pihak yang berkepentingan maupun badan peradilan di Indonesia serta masyarakat umumnya. Ini dilakukan dalam rangka penegakan atas asas kepastian hukum dan asas peradilan sederhana.
Ia mengatakan terjadinya transfer ilegal 32,32% saham PT APT yang saat ini berada di tangan pihak ketiga, yang diduga dilakukan oleh manajemen senior BFI Finance, dan didukung oleh pihak ketiga, adalah sebuah lingkaran kejahatan (fraud ring).
“Kami akan segera menempuh jalur hukum secara prosedural untuk meminta pertanggungjawaban hukum terhadap fraud ring ini,” ujar Pheo Hutabarat.
Saat ini sendiri sedang berlangsung proses negosiasi antara BFI Finance dan pemegang saham pengendalinya, untuk mengalihkan atau menjual saham BFI Finance, Dimana dalamnya terdapat hak atas saham 32,32% milik PT APT.
Untuk menghindari kerugian dan tuntutan hukum lebih lanjut Pheo Hutabarat mengingatkan kepada pihak-pihak terkait, termasuk juga kepada investor, Otoritas Jasa Keuangan, juga instansi pemerintah lainnya dan pejabat yang berwenang, untuk tidak melaksanakan atau memfasilitasi transaksi apapun, terkait dengan pengalihan saham-saham BFI Finance, yang selain dapat merugikan PT APT, juga akan memiliki dampak hukum di kemudian hari bagi pihak terkait. (*)