Ketua Umum APINDO Shinta
Jakarta – Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), Shinta Widjaja Kamdani memperingatkan adanya dampak rambatan dari tarif impor 32 persen yang mulai berlaku 1 Agustus 2025.
Menurutnya, apabila tarif impor tersebut benar-benar diterapkan secara penuh, maka dampaknya akan menghantam sektor padat karya di Tanah Air.
“Jika kebijakan tarif tinggi ini benar-benar diberlakukan secara penuh, tekanan terhadap sektor industri padat karya yang memiliki pangsa ekspor besar ke AS, seperti tekstil dan produk tekstil (TPT), alas kaki, furnitur, dan mainan akan semakin besar,” kata Shinta, dalam keterangannya, Selasa, 8 Juli 2025.
Apalagi, kata dia, hal ini terjadi di saat bersamaan dengan tren pelemahan indeks manufaktur (PMI), meningkatnya biaya produksi, dan perlambatan permintaan global.
Baca juga: Apindo Tolak Kenaikan PPN 12 Persen: Ancam Daya Beli dan Pertumbuhan Ekonomi
Ia menyebut, saat ini ketergantungan ekspor Indonesia ke AS hanya sekitar 10 persen dari total ekspor, dan kontribusi ekspor terhadap PDB relatif moderat, sekitar 21 persen.
Namun, ia mewanti-wanti bahwa risiko penurunan permintaan, masuknya barang murah atau ilegal, serta tingginya biaya berusaha tetap menjadi tantangan nyata yang perlu diantisipasi bersama.
Karena itu, Shinta menegaskan bahwa keberhasilan Indonesia dalam menavigasi isu ini akan sangat bergantung pada kekuatan economic diplomacy yang solid, terukur, dan berorientasi pada kepentingan jangka panjang industri nasional.
“APINDO sejak awal telah terlibat aktif dalam mendukung proses ini. Selama hampir 90 hari terakhir, kami bersama para pelaku usaha telah menyampaikan berbagai evidence-based inputs melalui forum-forum resmi dan masukan tertulis kepada pemerintah,” jelasnya.
Setidaknya, ada tiga usulan yang diberikan APINDO terhadap pemerintah. Pertama, mendorong skenario mutually beneficial melalui peningkatan impor komoditas strategis dari AS, seperti kapas, jagung, produk dairy, kedelai, dan crude oil.
Langkah ini dirancang sebagai reciprocal arrangement yang menjawab kekhawatiran AS soal defisit perdagangan.
Baca juga: Utang Paylater Warga RI di Perbankan Tembus Rp21,89 Triliun per Mei 2025
Kedua, memperkuat strategi diversifikasi pasar dengan memperluas ekspor ke pasar non-tradisional, serta mengoptimalkan efisiensi dan daya saing di sepanjang supply chain.
Ketiga, segera melaksanakan regulatory streamlining di dalam negeri, untuk mendorong kemudahan berusaha di dalam negeri. Serta, penguatan trade remedies dalam kerangka perlindungan industri nasional.
APINDO sendiri memandang situasi ini harus dimaknai sebagai window of opportunity untuk fokus mempercepat agenda reformasi struktural melalui pendekatan deregulasi yang konsisten lintas sektor.
“Ini adalah kerja bersama yang perlu dijalankan dalam semangat Indonesia Incorporated, yang menyatukan peran pemerintah, pelaku usaha, dan pemangku kepentingan lainnya,” pungkasnya. (*)
Editor: Yulian Saputra
Poin Penting JBS Perkasa dan REI resmi bekerja sama dalam penyediaan pintu baja Fortress untuk… Read More
Poin Penting Tri Pakarta merelokasi Kantor Cabang Pondok Indah ke Ruko Botany Hills, Fatmawati City,… Read More
Jakarta - Bank Mandiri terus memperkuat dukungan terhadap pertumbuhan ekonomi wilayah dengan menghadirkan Livin’ Fest… Read More
Poin Penting Hashim Djojohadikusumo meraih penghargaan “Inspirational Figure in Environmental and Social Sustainability” berkat perannya… Read More
Poin Penting Mirae Asset merekomendasikan BBCA dan BMRI untuk 2026 karena kualitas aset, EPS yang… Read More
Poin Penting Indonesia menegaskan komitmen memimpin upaya global melawan perubahan iklim, seiring semakin destruktifnya dampak… Read More