Ketua Apindo Shinta W. Kamdani
Jakarta – Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menilai pemerintah perlu hati-hati dalam menerapkan skema baru pungutan pajak bagi pelaku usaha daring atau e-commerce yang dilakukan oleh marketplace agar tidak merugikan UMKM.
Ketua Apindo Shinta W. Kamdani mengatakan, bagi pelaku usaha di sektor tradisional ritel maupun e-commerce diperlukan kesetaraan agar dapat melindungi kedua sektor UMKM tersebut.
“Kita lagi evaluasi. Kita selalu mengatakan yang penting harus ada fairness ya. Jadi bagaimana dalam satu sisi kita juga mau sektor tradisional retail kita juga jangan terganggu, harus sama-sama. Tapi dalam sisi lain ya kita juga harus mengatakan akses pasar UMKM kita di mana pun juga mereka sangat bergantung pada e-commerce,” ujar Shinta saat ditemui usai peluncuran Piagam Wajib Pajak di Kantor DJP, Selasa, 22 Juli 2025.
Baca juga: DJP Siapkan Aturan Baru Pajak Kripto, Ini Bocorannya!
Shinta juga menyoroti kebijakan pemerintah yang harus melihat kondisi riil di lapangan. Terlebih, saat ini pelaku UMKM tengah menghadapi tekanan seperti melemahnya daya beli masyarakat, padahal UMKM merupakan ujung tombak perekonomian domestik.
Shinta mengungkapkan bahwa pihaknya pun telah menjalin komunikasi dengan pemerintah, khususnya Kementerian Keuangan untuk mencari solusi terbaik.
“Jadi kita masing-masing punya goal. Nah ini yang kita harus menyamakan bagaimana compromise-nya untuk bisa mencapai antara pelaku-pelaku baik itu pelaku e-commerce maupun UMKM,” tandasnya.
Sebagai informasi, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati resmi menerbitkan aturan terkait pemungutan pajak penghasilan (PPh) Pasal 22 sebesar 0,5 persen terhadap pengusaha e-commerce atau pedagang online di marketplace. Aturan pajak pedagang online ini mulai berlaku 14 Juli 2025.
Aturan tersebut tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 37 Tahun 2025 tentang Penunjukan Pihak Lain Sebagai Pemungut Pajak Penghasilan Serta Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Penghasilan yang Dipungut oleh Pihak Lain atas penghasilan yang Diterima atau diperoleh Pedagang Dalam Negeri dengan Mekanisme Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE).
Baca juga: Riset Ipsos 2025 Ungkap Peran Strategis E-Commerce dalam Pertumbuhan UMKM dan Brand Lokal
Dalam Pasal 8 ayat 1 PMK tersebut, disebutkan bahwa pedagang akan dikenakan PPh Pasal 22 sebesar 0,5 persen dari peredaran bruto (omzet) yang diterima atau diperoleh pedagang dalam negeri.
Perhitungan tersebut mengacu pada dokumen tagihan dan tidak termasuk pajak pertambahan nilai (PPN) serta pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM).
Namun sesuai Pasal 10 ayat 1, pedagang dengan omzet setara atau di bawah Rp500 juta per tahun tidak akan dikenai PPh Pasal 22. (*)
Editor: Galih Pratama
Poin Penting Hashim Djojohadikusumo meraih penghargaan “Inspirational Figure in Environmental and Social Sustainability” berkat perannya… Read More
Poin Penting Mirae Asset merekomendasikan BBCA dan BMRI untuk 2026 karena kualitas aset, EPS yang… Read More
Poin Penting Indonesia menegaskan komitmen memimpin upaya global melawan perubahan iklim, seiring semakin destruktifnya dampak… Read More
Poin Penting OJK menerbitkan POJK 29/2025 untuk menyederhanakan perizinan pergadaian kabupaten/kota, meningkatkan kemudahan berusaha, dan… Read More
Poin Penting Sebanyak 40 perusahaan dan 10 tokoh menerima penghargaan Investing on Climate 2025 atas… Read More
Poin Penting IHSG ditutup melemah 0,09% ke level 8.632 pada 5 Desember 2025, meski beberapa… Read More